IPTEK
DAN PERADABAN ISLAM
Bicara tentang kejayaan peradaban
Islam di masa lalu, dan juga jatuhnya kemuliaan itu seperti nostalgia. Orang
bilang, romantisme sejarah. Tidak apa-apa, terkadang ada baiknya juga untuk
dijadikan sebagai bahan renungan. Karena bukankah masa lalu juga adalah bagian
dari hidup kita. Baik atau buruk, masa lalu adalah milik kita. Kaum muslimin,
pernah memiliki kejayaan di masa lalu. Masa di mana Islam menjadi trendsetter
sebuah peradaban modern. Peradaban yang dibangun untuk kesejahteraan umat
manusia di muka bumi ini.
Masa kejayaan itu bermula saat
Rasulullah mendirikan pemerintahan Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah di
Madinah. Tongkat kepemimpinan bergantian dipegang oleh Abu Bakar as-Shiddiq,
Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, dan seterusnya. Di
masa Khulafa as-Rasyiddin ini Islam berkembang pesat. Perluasan wilayah menjadi
bagian tak terpisahkan dari upaya penyebarluasan Islam ke seluruh penjuru
dunia. Islam datang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia. Penaklukan
wilayah-wilayah, adalah sebagai bagian dari upaya untuk menyebarkan Islam,
bukan menjajahnya. Itu sebabnya, banyak orang yang kemudian tertarik kepada
Islam. Satu contoh menarik adalah tentang Futuh Makkah (penaklukan Makkah), Rasulullah
dan sekitar 10 ribu pasukannya memasuki kota Makkah. Kaum Quraisy menyerah dan
berdiri di bawah kedua kakinya di pintu Ka’bah. Mereka menunggu hukuman Rasul
setelah mereka menentangnya selama 21 tahun. Namun, ternyata Rasulullah justru
memaafkan mereka.
Begitu pula yang dilakukan oleh
Shalahuddin al-Ayubi ketika merebut kembali Yerusalem dari tangan Pasukan Salib
Eropa, ia malah melindungi jiwa dan harta 100 ribu orang Barat. Shalahuddin
juga memberi ijin ke luar kepada mereka dengan sejumlah tebusan kecil oleh
mereka yang mampu, juga membebaskan sejumlah besar orang-orang miskin. Panglima
Islam ini pun membebaskan 84 ribu orang dari situ. Malah, saudaranya,
al-Malikul Adil, membayar tebusan untuk 2 ribu orang laki-laki di antara
mereka.
Padahal 90 tahun sebelumnya, ketika
pasukan Salib Eropa merebut Baitul Maqdis, mereka justru melakukan pembantaian.
Diriwayatkan bahwa ketika penduduk al-Quds berlindung ke Masjid Aqsa, di
atasnya dikibarkan bendera keamanan pemberian panglima Tancard. Ketika masjid itu
sudah penuh dengan orang-orang (orang tua, wanita dan anak-anak), mereka
dibantai habis-habisan seperti menjagal kambing. Darah-darah muncrat mengalir
di tempat ibadah itu setinggi lutut penunggang kuda. Kota menjadi bersih oleh
penyembelihan penghuninya secara tuntas. Jalan-jalan penuh dengan kepala-kepala
yang hancur, kaki-kaki yang putus dan tubuh-tubuh yang rusak. Para sejarawan
muslim menyebutkan jumlah mereka yang dibantai di Masjid Aqsa sebanyak 70 ribu
orang. Para sejarawan Perancis sendiri tidak mengingkari pembantaian mengerikan
itu, bahkan mereka kebanyakan menceritakannya dengan bangga.
Fakta ini cukup membuktikan betapa
Islam mampu memberikan perlindungan kepada penduduk yang wilayahnya ditaklukan.
Karena perang dalam Islam memang bukan untuk menghancurkan, tapi memberi
kehidupan. Dengan begitu, Islam tersebar ke hampir sepertiga wilayah di dunia
ini.
Peradaban Islam memang mengalami
jatuh-bangun, berbagai peristiwa telah menghiasi perjalanannya. Meski demikian,
orang tidak mudah untuk begitu melupakan peradaban emas yang berhasil
ditorehkannya untuk umat manusia ini. Pencerahan pun terjadi di segala bidang
dan di seluruh dunia.
Sejarawan Barat beraliran
konservatif, W Montgomery Watt menganalisa tentang rahasia kemajuan peradaban
Islam, ia mengatakan bahwa Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu
pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan dalam
satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki
prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.
Orientalis Sedillot seperti yang
dikutip Mustafa as-Siba’i dalam Peradaban Islam, Dulu, Kini, dan Esok,
mengatakan bahwa, “Hanya bangsa Arab pemikul panji-panji peradaban abad
pertengahan. Mereka melenyapkan barbarisme Eropa yang digoncangkan oleh
serangan-serangan dari Utara. Bangsa Arab melanglang mendatangi ‘sumber-sumber
filsafat Yunani yang abadi’. Mereka tidak berhenti pada batas yang telah
diperoleh berupa khazanah-khazanah ilmu pengetahuan, tetapi berusaha
mengembangkannya dan membuka pintu-pintu baru bagi pengkajian alam.”
Andalusia, yang menjadi pusat ilmu
pengetahuan di masa kejayaan Islam, telah melahirkan ribuan ilmuwan, dan
menginsiprasi para ilmuwan Barat untuk belajar dari kemajuan iptek yang
dibangun kaum muslimin.
Jadi wajar jika Gustave Lebon
mengatakan bahwa terjemahan buku-buku bangsa Arab, terutama buku-buku keilmuan
hampir menjadi satu-satunya sumber-sumber bagi pengajaran di
perguruan-perguruan tinggi Eropa selama lima atau enam abad. Tidak hanya itu,
Lebon juga mengatakan bahwa hanya buku-buku bangsa Arab-Persia lah yang
dijadikan sandaran oleh para ilmuwan Barat seperti Roger Bacon, Leonardo da
Vinci, Arnold de Philipi, Raymond Lull, san Thomas, Albertus Magnus dan Alfonso
X dari Castella.
Buku al-Bashariyyat karya al-Hasan
bin al-Haitsam diterjemahkan oleh Ghiteleon dari Polska. Gherardo dari Cremona
menyebarkan ilmu falak yang hakiki dengan menerjemahkan asy-Syarh karya Jabir.
Belum lagi ribuan buku yang berhasil memberikan pencerahan kepada dunia. Itu
sebabnya, jangan heran kalau perpustakaan umum banyak dibangun di masa kejayaan
Islam. Perpustakaan al-Ahkam di Andalusia misalnya, merupakan perpustakaan yang
sangat besar dan luas. Buku yang ada di situ mencapai 400 ribu buah. Uniknya,
perpustakaan ini sudah memiliki katalog. Sehingga memudahkan pencarian buku.
Perpustakaan umum Tripoli di daerah Syam, memiliki sekitar tiga juta judul
buku, termasuk 50.000 eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Dan masih banyak lagi
perpustakaan lainnya. Tapi naas, semuanya dihancurkan Pasukan Salib Eropa dan
Pasukan Tartar ketika mereka menyerang Islam.
Peradaban Islam memang peradaban
emas yang mencerahkan dunia. Itu sebabnya menurut Montgomery, tanpa dukungan
peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’nya, Barat bukanlah apa-apa. Wajar jika
Barat berhutang budi pada Islam.
Empat belas abad yang silam, Allah
Ta’ala telah mengutus Nabi Muhammad saw sebagai panutan dan ikutan bagi umat
manusia. Beliau adalah merupakan Rasul terakhir yang membawa agama terakhir
yakni Islam. Hal ini secara jelas dan tegas dikemukakan oleh Al-Quran dimana
Kitab Suci tersebut memproklamasikan keuniversalan misi dari Muhammad saw
sebagaimana kita jumpai dalam ayat-ayat berikut ini:
“Katakanlah, “Wahai manusia ,
sesungguhnya aku ini Rasul kepada kamu sekalian dari Allah yang mempunyai
kerajaan seluruh langit dan bumi. Tak ada yang patut disembah melainkan Dia.”
(QS. 7:159).
“Dan kami tidaklah mengutus engkau
melainkan sebagai pembawa kabar suka dan pemberi peringatan untuk segenap
manusia…” (QS. 34:29).
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau
melainkan sebagai rahmat bagi seluruh umat…” (QS. 21:108).
Nabi Muhammad saw telah mengubah
pandangan hidup dan memberi semangat yang menyala-nyala kepada umat Islam,
sehingga dari bangsa yang terkebelakang dalam waktu yang amat singkat mereka,
mereka telah menjadi guru sejagat. Umat Islam menghidupkan ilmu, mengadakan
penyelidikan-penyelidikan. Fakta sejarah menjelaskan antara lain , bahwa Islam
pada waktu pertama kalinya memiliki kejayaan, bahwa ada masanya umat Islam
memiliki tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina di bidang filsafat dan kedokteran, Ibnu
Khaldun di bidang Filsafat dan Sosiologi, Al-jabar dll. Islam telah datang ke
Spanyol memperkenalkan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti ilmu ukur,
aljabar, arsitektur, kesehatan, filsafat dan masih banyak cabang ilmu yang lain
lagi.
Masa Kejayaan Islam Pertama telah
menjadi bukti sejarah bahwa dengan mengamalkan ajaran al-Quran umat Islam
sendiri akan menikmati kemajuan peradaban dan kebudayaan diatas bumi ini. Di
masa Kejayaan Islam Pertama, pimpinan Islam berada di tangan tokoh-tokoh yang
setiap orangnya patuh sepenuhnya dan setia kepada Nabi Muhammad saw, baik
secara keimanan, keyakinan, perbuatan, akhlak, pendidikan, kesucian jiwa,
keluhuran budi maupun kesempurnaan.
Pimpinan Umat Islam sesudah wafatnya
nabi Muhammad saw, Abubakar, Umar, Utsman dan Ali adalah merupakan
pemimpin-pemimpin duniawi dengan jabatan Khalifah, yang menganggap kedudukan
mereka itu sebagai pengabdian pada umat Islam, bukan sebagai alat untuk
mendapatkan kekuasaan mutlak dan kemegahan. Dalam tiga abad pertama sejarah
permulaaan Islam (650-1000M), bagian-bagian dunia yang dikuasai Islam adalah
bagian-bagian yang paling maju dan memiliki peradaban yang tinggi.
Negeri-negeri Islam penuh dengan kota-kota indah, penuh dengan mesjid-mesjid
yang megah, dimana-mana terdapat perguruan tinggi dan Univesitas yang
didalamnya tersimpan peradaban-peradaban dan hikmah-hikmah yang bernilai tiggi.
Kecemerlangan Islam Timur merupakan hal yang kontras dengan dunia Nasrani
Barat, yang tenggelam dalam masa kegelapan zaman.
2. Pembahasan
a.
Kejayaan Islam masa Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah adalah suatu
dinasti (Bani Abbas) yang menguasai daulat (negara) Islamiah pada masa klasik
dan pertengahan Islam. Daulat Islamiah ketika berada di bawah kekuasaan dinasti
ini disebut juga dengan Daulat Abbasiyah. Daulat Abbasiyah adalah daulat
(negara) yang melanjutkan kekuasaan Daulat Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah
karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani
Abbas), paman Nabi Muhammad saw. Pendiri dinasti ini adalah Abu Abbas
as-Saffah, nama lengkapnya yaitu Abdullah as-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abdullah ibn al-Abbas.
Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial , dan budaya.
Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan pola politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M –
232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia Pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 234
H/945 M), disebut masa pengaruh Turki Pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447
H/1055 M, masa kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khilafah Abbasiyah.
Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia Kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M/ -
590 H/1194 M), masa kekuasaan Dinasti Saljuk dalam pemerintahan Khilafah
Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki Kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M –
656 H/1258 M), masa Khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi
kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Dalam zaman Daulah Abbasiyah, masa
meranumlah kesusasteraan dan ilmu pengetahuan, disalin ke dalam bahasa Arab,
ilmu-ilmu purbakala. Lahirlah pada masa itu sekian banyak penyair, pujangga,
ahli bahasa, ahli sejarah, ahli hukum, ahli tafsir, ahli hadits, ahli filsafat,
thib, ahli bangunan dan sebagainya.
Zaman ini adalah zaman keemasan
Islam, demikian Jarji Zaidan memulai lukisannya tentang Bani Abbasiyah. Dalam
zaman ini, kedaulatan kaum muslimin telah sampai ke puncak kemuliaan, baik
kekayaan, kemajuan, ataupun kekuasaan. Dalam zaman ini telah lahir berbagai
ilmu Islam, dan berbagai ilmu penting telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa di mana umat Islam mengembangkan ilmu
pengetahuan, suatu kehausan akan ilmu pengetahuan yang belum pernah ada dalam
sejarah.
Kesadaran akan pentingnya ilmu
pengetahuan merefleksikan terciptanya beberapa karya ilmiah seperti terlihat
pada alam pemikiran Islam pada abad ke-8 M. yaitu gerakan penerjemahan buku
peninggalan kebudayaan Yunani dan Persia.
Permulaan yang disebut serius dari
penerjemahan tersebut adalah sejak abad ke-8 M, pada masa pemerintahan
Al-Makmun (813 –833 M) yang membangun sebuah lembaga khusus untuk tujuan itu,
“The House of Wisdom / Bay al-Hikmah”. Dr. Mx Meyerhof yang dikutip oleh Oemar
Amin Hoesin mengungkapkan tentang kejayaan Islam ini sebagai berikut:
“Kedokteran Islam dan ilmu pengetahuan umumnya, menyinari matahari Hellenisme
hingga pudar cahayanya. Kemudian ilmu Islam menjadi bulan di malam gelap gulita
Eropa, mengantarkan Eropa ke jalan renaissance. Karena itulah Islam menjadi
biang gerak besar, yang dipunyai Eropa sekarang. Dengan demikian, pantas kita
menyatakan, Islam harus tetap bersama kita.” (Oemar Amin Hoesin)
Adapun kebijaksanaan para penguasa
Daulah Abbasiyah periode 1 dalam menjalankan tugasnya lebih mengutamakan kepada
pembangunan wilayah seperti: Khalifah tetap keturunan Arab, sedangkan menteri,
gubernur, dan panglima perang diangkat dari keturunan bangsa Persia. Kota
Bagdad sebagai ibukota, dijadikan kota internasional untuk segala kegiatan
ekonomi dan sosial serta politik segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan
diizinkan bermukim di dalamnya, ada bangsa Arab, Turki, Persia, Romawi, Hindi
dan sebagainya.
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai
suatu hal yang sangat mulia dan berharga. Para khalifah dan para pembesar
lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Pada umumnya khalifah adalah para ulama yang mencintai ilmu,
menghormati sarjana dan memuliakan pujangga.
Kebebasan berpikir sebagai hak asasi
manusia diakui sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan pikiran dibebaskan
benar-benar dari belenggu taklid, hal mana menyebabkan orang sangat leluasa
mengeluarkan pendapat dalam segala bidang, termasuk bidang aqidah, falsafah,
ibadah dan sebagainya.
Para menteri keturunan Persia diberi
hak penuh untuk menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan
penting dalam membina tamadun/peradaban Islam. Mereka sangat mencintai ilmu dan
mengorbankan kekayaannya untuk memajukan kecerdasan rakyat dan meningkatkan
ilmu pengetahuan, sehingga karena banyaknya keturunan Malawy yang memberikan
tenaga dan jasanya untuk kemajuan Islam.
b. Latar Belakang dan Faktor-faktor
yang Memunculkan “Revolusi Abbasiyah”
Menjelang akhir daulah Umawiyah
(akhir abad pertama Hijriyah) terjadilah bermacam-macam kekacauan dalam segala
cabang kehidupan negara; terjadi kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat
oleh para khalifah dan para pembesar negara lainnya, terjadilah
pelanggaran-pelanggaranterhadap ajaran-ajaran Islam.
Di antara kesalahan-kesalahan dan
kekeliruan-kekeliruan yang diperbuat, yaitu:
- Politik kepegawaian negara
didasarkan pada klik, golongan, suku, kaum dan kawan (nepotisme)
- Penindasan yang terus-menerus
terhadap pengikut-pengikut Imam Ali bin Abi Thalib RA pada khususnya dan
terhadap Bani Hasyim (Hasyimiah) pada umumnya.
- Menganggap rendah terhadap kaum
muslimin yang bukan bangsa Arab, sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam
pemerintahan.
- Pelanggaran terhadap ajaran Islam
dan hak-hak asasi manusia dengan cara yang terang-terangan.
Prof. Dr. Hamka melukiskan keadaan
tersebut “Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, waktu itulah mulai
disusun dengan diam-diam propaganda untuk menegakkan Bani Abbas. Keadaan dan
cara Umar bin Abdul Aziz memerintah telah menyebabkan suburnya propaganda untuk
Daulat yang akan berdiri itu. Sebab sejak zaman Muawiyah Daulat Bani Umayyah
itu didirikan dengan kekerasan. Siasat yang keras dan licik, yang pada zaman
sekarang dalam ilmu politik disebut “Machiavellisme”, artinya mempergunakan
segala kesempatan, sekalipun kesempatan yang jahat untuk memperbesar kekuasaan.
Umpamanya memburuk-burukkan dan menyumpah Ali bin Abi Thalib RA dalam tiap
khutbah Jum’at; itu sudah terang tidak dapat diterima umat dengan rela hati.”
c. Kegemilangan Iptek di Masa
Khilafah Abasiyyah
Kekhilafahan Abbasiyah tercatat dalam
sejarah Islam dari tahun 750-1517 M/132-923 H. Diawali oleh khalifah Abu
al-’Abbas as-Saffah (750-754) dan diakhiri Khalifah al-Mutawakkil Alailah III
(1508-1517). Dengan rentang waku yang cukup panjang, sekitar 767 tahun,
kekhilafahan ini mampu menunjukkan pada dunia ketinggian peradaban Islam dengan
pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di dunia Islam.
Di era ini, telah lahir
ilmuwan-ilmuwan Islam dengan berbagai penemuannya yang mengguncang dunia. Sebut
saja, al-Khawarizmi (780-850) yang menemukan angka nol dan namanya diabadikan
dalam cabang ilmu matematika, Algoritma (logaritma). Ada Ibnu Sina (980-1037)
yang membuat termometer udara untuk mengukur suhu udara. Bahkan namanya tekenal
di Barat sebagai Avicena, pakar Medis Islam legendaris dengan karya ilmiahnya
Qanun (Canon) yang menjadi referensi ilmu kedokteran para pelajar Barat. Tak
ketinggalan al-Biruni (973-1048) yang melakukan pengamatan terhadap tanaman
sehingga diperoleh kesimpulan kalau bunga memiliki 3, 4, 5, atau 18 daun bunga
dan tidak pernah 7 atau 9.
Pada abad ke-8 dan 9 M, negeri Irak
dihuni oleh 30 juta penduduk yang 80% nya merupakan petani. Hebatnya, mereka
sudah pakai sistem irigasi modern dari sungai Eufrat dan Tigris. Hasilnya, di
negeri-negeri Islam rasio hasil panen gandum dibandingkan dengan benih yang
disebar mencapai 10:1 sementara di Eropa pada waktu yang sama hanya dapat
2,5:1.
Kecanggihan teknologi masa ini juga
terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid
Agung Cordoba; Blue Mosque di Konstantinopel; atau menara spiral di Samara yang
dibangun oleh khalifah al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang
dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang
dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.
Kekhilafahan Abbasiyah dengan
kegemilangan ipteknya kini hanya tercatat dalam buku usang sejarah Islam. Tapi
jangan khawatir, someday Islam akan kembali jaya dan tugas kita semua untuk
mewujudkannya.
Dinasti Abbasiyiah membawa Islam ke
puncak kejayaan. Saat itu, dua pertiga bagian dunia dikuasai oleh kekhalifahan
Islam. Tradisi keilmuan berkembang pesat.
Masa kejayaan Islam, terutama dalam
bidang ilmu pengetahun dan teknologi, kata Ketua Kajian Timur Tengah
Universitas Indonesia, Dr Muhammad Lutfi, terjadi pada masa pemerintahan Harun
Al-Rasyid. Dia adalah khalifah dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 786.
Saat itu, kata Lutfi, banyak lahir
tokoh dunia yang kitabnya menjadi referensi ilmu pengetahuan modern. Salah
satunya adalah bapak kedokteran Ibnu Sina atau yang dikenal saat ini di Barat
dengan nama Avicenna.
Sebelum Islam datang, kata Luthfi,
Eropa berada dalam Abad Kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu yang maju, bahkan
lebih percaya tahyul. Dalam bidang kedoteran, misalnya. Saat itu di Barat, jika
ada orang gila, mereka akan menangkapnya kemudian menyayat kepalanya dengan
salib. Di atas luka tersebut mereka akan menaburinya dengan garam. ”Jika orang
tersebut berteriak kesakitan, orang Barat percaya bahwa itu adalah momen
pertempuran orang gila itu dengan jin. Orang Barat percaya bahwa orang itu
menjadi gila karena kerasukan setan,” jelas Luthfi.
Pada saat itu tentara Islam juga
berhasil membuat senjata bernama ‘manzanik’, sejenis ketepel besar pelontar
batu atau api. Ini membuktikan bahwa Islam mampu mengadopsi teknologi dari
luar. Pada abad ke-14, tentara Salib akhirnya terusir dari Timur Tengah dan
membangkitkan kebanggaan bagi masyarakat Arab.
Lain lagi pada masa pemerintahan
dinasti Usmaniyah — di Barat disebut Ottoman — yang kekuatan militernya
berhasil memperluas kekuasaan hingga ke Eropa, yaitu Wina hingga ke selatan
Spanyol dan Perancis. Kekuatan militer laut Usmaniyah sangat ditakuti Barat
saat itu, apalagi mereka menguasai Laut Tengah.
Kejatuhan Islam ke tangan Barat
dimulai pada awal abad ke-18. Umat Islam mulai merasa tertinggal dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi setelah masuknya Napoleon Bonaparte ke Mesir.
Saat itu Napoleon masuk dengan membawa mesin-mesin dan peralatan cetak,
ditambah tenaga ahli.
Dinasti Abbasiyah jatuh setelah kota
Baghdad yang menjadi pusat pemerintahannya diserang oleh bangsa Mongol di bawah
pimpinan Hulagu Khan. Di sisi lain, tradisi keilmuan itu kurang berkembang pada
kekhalifahan Usmaniyah.
Salah langkah diambil saat mereka
mendukung Jerman dalam perang dunia pertama. Ketika Jerman kalah, secara
otomatis Turki menjadi negara yang kalah perang sehingga akhirnya wilayah
mereka dirampas Inggris dan Perancis.
Tanggal 3 Maret 1924, khilafah
Islamiyah resmi dihapus dari konstitusi Turki. Sejak saat itu tidak ada lagi
negara yang secara konsisten menganut khilafah Islamiyah. Terjadi gerakan
sekularisasi yang dipelopori oleh Kemal At-Taturk, seorang Zionis Turki.
Kini 82 tahun berlalu, umat Muslim
tercerai berai. Akankah Islam kembali mengalami zaman keemasan seperti yang
terjadi di 700 tahun awal pemerintahannya?
Ketua MUI, KH Akhmad Kholil Ridwan
menyatakan optimismenya bahwa Islam akan kembali berjaya di muka bumi. Ridwan
menyebut saat ini merupakan momen kebangkitan Islam kembali. ”Seperti janji
Allah, 700 tahun pertama Islam berjaya, 700 tahun berikutnya Islam jatuh dan
sekarang tengah mengalami periode 700 tahun ketiga menuju kembalinya
kebangkitan Islam,” ujarnya.
Meskipun saat ini umat Islam banyak
ditekan, ujar Ridwan, semua upaya ini justru semakin memperkuat eksistensi
Islam. Ini sesuai janji Allah yang menyatakan bahwa meskipun begitu hebatnya
musuh menindas Islam namun hal ini bukannya akan melemahkan umat Islam.
”Ibaratnya paku, semakin ditekan, Islam akan semakin menancap dengan
kuat,”ujarnya.
Sementara itu, Luthfi menyatakan
sistem khilafah Islamiyah masih relevan diterapkan pada zaman sekarang ini asal
dimodifikasi. Ia mencontohkan konsep pemerintahan yang dianut Iran yang menjadi
modifikasi antara teokrasi (kekuasaan yang berpusat pada Tuhan) dan demokrasi
(yang berpusat pada masyarakat).
Di Iran, kekuasaan tertinggi tidak
dipegang parlemen atau presiden, melainkan oleh Ayatullah atau Imam, yang juga
memiliki Dewan Ahli dan Dewan Pengawas. Sistem pemerintahan Iran ini, menurut
Luthfi, merupakan tandingan sistem pemerintahan Barat. ”Tak heran kalau Amerika
Serikat sangat takut dengan Iran karena mereka bisa menjadi tonggak peradaban
baru Islam.”
Konsep khilafah Islamiyah, kata
Luthfi, mengharuskan hanya ada satu pemerintahan Islami di dunia dan tidak
terpecah-belah berdasarkan negara atau etnis. ”Untuk mewujudkannya lagi saat
ini, sangat sulit,” kata dia.
Sementara Kholil Ridwan menjelaskan
ada tiga upaya konkret yang bisa dilakukan umat untuk mengembalikan kejayaan
Islam di masa lampau. Yang pertama adalah merapatkan barisan. Allah berfirman
dalam QS Ali Imran ayat 103 yang isinya “Dan berpeganglah kalian semuanya
dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.”
Upaya lainnya adalah kembali kepada
tradisi keilmuan dalam agama Islam. Dalam Islam, jelasnya, ada dua jenis ilmu,
yaitu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Yang masuk golongan ilmu fardhu ‘ain
adalah Al-Quran, hadis, fikih, tauhid, akhlaq, syariah, dan cabang-cabangnya.
Sedangkan yang masuk ilmu fardhu kifayah adalah kedokteran, matematika,
psikologi, dan cabang sains lainnya.
Sementara upaya ketiga adalah dengan
mewujudkan sistem yang berdasarkan syariah Islam.
Jatuh itu memang menyakitkan.
Apalagi ketika kita udah berada jauh di puncak kesuksesan. Setelah berhasil
membangun kejayaan selama 14 abad lebih, akhirnya peradaban Islam jatuh
tersungkur. Inilah kisah tragis yang dialami peradaban Islam. Bukan tanpa sebab
tentunya. Serangan pemikiran dan militer dari Barat bertubi-tubi menguncang
Islam. Akibatnya, kaum muslimin mulai goyah. Puncaknya, adalah tergusurnya
Khilafah Islamiyah di Turki dari pentas perpolitikan dunia.
Saat itu, Inggris menetapkan syarat
bagi Turki, bahwa Inggris tak akan menarik dirinya dari bumi Turki, kecuali
setelah Turki menjalankan syarat-syarat berikut: Pertama, Turki harus
menghancurkan Khilafah Islamiyah, mengusir Khalifah dari Turki, dan menyita
harta bendanya. Kedua, Turki harus berjanji untuk menumpas setiap gerakan yang
akan mendukung Khilafah. Ketiga, Turki harus memutuskan hubungannya dengan
Islam. Keempat, Turki harus memilih konstitusi sekuler, sebagai pengganti dari
konstitusi yang bersumber dari hukum-hukum Islam. Mustafa Kamal Ataturk
kemudian menjalankan syarat-syarat tersebut, dan negara-negara penjajah pun akhirnya
menarik diri dari wilayah Turki (Jalal al-Alam dalam kitabnya Dammirul Islam Wa
Abiiduu Ahlahu, hlm. 48)
Cerzon (Menlu Inggris saat itu)
menyampaikan pidato di depan parlemen Inggris, “Sesungguhnya kita telah
menghancurkan Turki, sehingga Turki tidak akan dapat bangun lagi setelah itu…
Sebab kita telah menghancurkan kekuatannya yang terwujud dalam dua hal, yaitu
Islam dan Khilafah.”
Jadi terakhir kaum muslimin hidup
dalam naungan Islam adalah di tahun 1924, tepatnya tanggal 3 Maret tatkala
Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki alias Konstantinopel diruntuhkan
oleh kaki tangan Inggris keturunan Yahudi, Musthafa Kemal Attaturk. Nah, dialah
yang mengeluarkan perintah untuk mengusir Khalifah Abdul Majid bin Abdul Aziz,
Khalifah (pemimpin) terakhir kaum muslimin ke Swiss, dengan cuma berbekal koper
pakaian dan secuil uang. Sebelumnya Kemal mengumumkan bahwa Majelis Nasional
Turki telah menyetujui penghapusan Khilafah. Sejak saat itulah sampai sekarang
kita nggak punya lagi pemerintahan Islam.
Akibatnya, umat Islam terkotak-kotak
di berbagai negeri berdasarkan letak geografis yang beraneka ragam, yang
sebagian besarnya berada di bawah kekuasaan musuh yang kafir: Inggris,
Perancis, Italia, Belanda, dan Rusia. Di setiap negeri tersebut, kaum kafir
telah mengangkat penguasa yang bersedia tunduk kepada mereka dari kalangan
penduduk pribumi. Para penguasa ini adalah orang-orang yang mentaati perintah
kaum kafir tersebut, dan mampu menjaga stabilitas negerinya.
Kaum kafir segera mengganti
undang-undang dan peraturan Islam yang diterapkan di tengah-tengah rakyat
dengan undang-undang dan peraturan kafir milik mereka. Kaum kafir segera
mengubah kurikulum pendidikan untuk mencetak generasi-generasi baru yang
mempercayai persepsi kehidupan menurut Barat, serta memusuhi akidah dan syariat
Islam. Khilafah Islamiyah dihancurkan secara total, dan aktivitas untuk
mengembalikan serta mendakwahkannya dianggap sebagai tindakan kriminal yang
dapat dijatuhi sanksi oleh undang-undang.
Harta kekayaan dan potensi alam
milik kaum muslimin telah dirampok oleh penjajah kafir, yang telah
mengeksploitasi kekayaan tersebut dengan cara yang seburuk-buruknya, dan telah
menghinakan kaum muslimin dengan sehina-hinanya (Syaikh Abdurrahman Abdul
Khalik, dalam kitabnya al-Muslimun Wal Amal as-Siyasi, hlm. 13)
Beginilah kita sekarang sobat. Tapi
jangan bersedih, sebab kita akan kembali mengagungkan kejayaan Islam itu.
Yakinlah, kita masih bisa merebutnya, meski dengan nyawa sebagai tebusannya.
Kita lahir ke dunia ini dengan berlumur darah, maka kenapa musti takut mati
dengan berlumur darah. Syahid di medan tempur.
Ahmad Y Samantho dalam makalahnya di
ICAS Jakarta (2004) mengatakan bahwa kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi
dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini,
mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan
kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern
tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban
Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis
multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan
postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan
material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun
karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan
kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu
negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas
hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah
kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan
penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur &
Selatan.
Kemajuan Iptek di Barat, yang
didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang
positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi
materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan
ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun
di Timur.
Krisis multidimensional terjadi
akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan
dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: tsunami, gempa dan
kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan
tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan
keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan
mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara
dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil,
Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak
negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’
(neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia
dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Negara-negara yang berpenduduk
mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau
negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak
menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya
saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka
kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka
kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara
Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis
(’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi
informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan
kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan memprihatikan ini sangat
ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek
Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang
sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya
manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari
fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di
negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya
memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju.
Ironis bahwa Indonesia yang sangat
kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi, justru mengalami krisis dan
kelangkaan BBM. Ironis bahwa di tengah keberlimpahan hasil produksi gunung
emas-perak dan tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di Indonesia, kita
justru mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan, busung lapar, dan
berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan kita yang
Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa kita menjadi
negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia?
Kenyataan menyedihkan tersebut sudah
selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim
untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan
umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter
dan moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah swt. Serta melawan
pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis
(mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).
Akhlak yang baik muncul dari
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan
Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt hanya akan muncul bila
diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah swt
dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat
KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya.
Islam, sebagai agama penyempurna dan
paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk
mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam
semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Berbeda dengan pandangan dunia Barat
yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’
dan sekular, maka Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk
menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah swt dan mengembang amanat
Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada
kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin).
Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Quran yang mementingkan proses perenungan,
pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, untuk ditafakuri dan
menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah. Yang paling terkenal adalah ayat:
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imron [3] : 190-191)
“Allah akan mengangkat derajat
orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS.
Mujadillah [58]: 11 )
Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah
merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda) ke-Mahakuasa-an dan Keagungan Allah swt.
Ayat tanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti
kitab-kitab suci dan ajaran para Rasul Allah (Taurat, Zabur, Injil dan Al
Quran), maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam),
keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata,
telinga dan hati (qalbu + akal) akan semakin mempertebal pengetahuan,
pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha
Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan segala eksistensi). Jadi
agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas satu sama lain. Agama
dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata uang koin yang sama.
Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling memperkuat secara
sinergis, holistik dan integratif.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Rasulullah Dan
Setelah Beliau Wafat
Ilmu pengetahuan dalam
dunia Islam dimulai sejak diutusnya Rasulullah untuk menyampaikan risalah dan
ajaran Islam kepada umat manusia. Seiring berjalannya waktu, para sahabat dan
tabi’in mulai muncul dan dikenal masyarakat luas karena keilmuannya. Terlebih
lagi ketika munculnya dinasti Umayyah dan Abbasiyah begitu pesatnya ilmu
pengetahuan yang berkembangsaat itu, hingga banyak sekali ilmuan dan tokoh
muslim yang menghasilkan produk-produk pemikiran yang brilian.Berikut ini akan
dijabarkan secara singkat perkembangan ilmu pengetahuan sejak diutusnya
Rasulullah sebagai sang penyampai risalah, hingga dinasti Abbasiyah yang telah
menelurkan begitu banyak pemikir dan ilmuan muslim.
A. Ilmu Pengetahuan Pada Masa
Rasulullah dan Khulafaurrasyidin
Pada masa Rasulullah, ilmu pengetahuan lebih
banyak berkembang dibidang ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin), dan ilmu
akhlak (moral). Akan tetapi ilmu – ilmu lainnya tetap berkembang walaupun tidak
sepesat ilmu agama dan akhlak. Saat itu pun mulai terjadi proses pengkajianilmu
yang lebih sistematis, diantaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang dikembangkan
oleh para sahabat Rasulullah. Jika kita flashback pada waktu sebelum Islam
diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum jahiliyah. Hal ini
disebabkan karena bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian
yang lain. Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang
syair-syair jahili yang disebarkan secara hafalan (Bernard Lewis, 1996:
25 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)). Dengan
kenyataan itu, maka diutuslah nabi Muhammad SAW dengan tujuan untuk memperbaiki
akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama
manusia. Demikian pula dalam masalah ilmu pengetahuan, perhatian Rasul sangat
besar. Rasulullah SAW memberi contoh revolusioner bagaimana seharusnya
mengembangkan ilmu. Diantara gerakan yang dilakukan Rasulullah SAW adalah
dengan menggiatkan budaya membaca, yang merupakan pencanangan dan pemberantasan
buta huruf, suatu tindakan awal yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan.
Membaca merupakan pintu bagi pengembangan ilmu.Rasulullah SAW juga
memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an.
Dengan cara ini dapat menjaga kemurniandan juga media memahami ayat-ayat
al-Qur’an. Disamping dengan hafalan, juga membuat tradisi menulis/ mencatat
wahyu pada kulit, tulang, pelepahkurma dan lain-lain.(Sunanto, 2003:14-16
dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Dengan bimbingan Nabi Muhammad SAW,
telah mendorong semangat belajar membaca, menulis dan menghafal sehingga umat
Islam menjadi umat yang memasyarakatkan kepandaian tulis-baca. Dengan semangat
itulah, maka terbangun jiwa umat Islam untuk tidak hanya beriman tetapi juga
berilmu, sehingga nantinya lahir sarjana-sarjana Islam yang ahli dibidangnya
masing-masing. Dengan demikian dapat dimengerti , salah satu aspek dari
peradaban adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau pada masa Nabi
danKhulafau ar-Rasyidin perhatian terpusat pada usaha untuk memahami Al-Qur’an
dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak,ibadah, mu’amalah
dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an, maka perhatian sesudah itu disesuaikan dengan
kebutuahn zaman, tertuju pada ilmu-ilmu yang diperoleh dari bangsa-bangsa
sebelum munculnya Islam.(Sunanto,2003:38 dalam Muh. Asroruddin A. J
(2009)) Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama,
kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode
kekuasaan Islam, mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan
peradaban Islam masa setelahnya. Kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh
umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuandan kesenian. Ketiga,
kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup
Islam, terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan
kebiasaan hidup kemasyarakatan. (Munthoha, 1998:14 dalam Muh. Asroruddin
A. J (2009)) Pertumbuhan ilmu pengetahuan telah terjadi sejak Rasulullah
mendakwahkan agama islam, wahyu pertamanya yaitu surat Al – alaq ayat 1-5
bercerita tentang dasar – dasar ilmu pengetahuan, didalam wahyu tersebut terdapat
perintah untuk membaca, Allah pun menegaskan bahwa hakikat ilmu datangnya dari
Allah dan awalnya manusia tidak mengetahui apa – apa. Kata Iqra’ pada ayat ke-1
surat Al- alaq memiliki makna yang beragam, seperti menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri sesuatu,membaca baik teks maupun bukan teks.
Selanjutnya pada zaman
khulafaurrasyidin,
pada masa ini sering disebut dengan masa klasik awal (650 – 690 M). Pada masa
klasik awal ini,merupakan peletakan dasar-dasar peradaban Islam yang berjalan
selama 40 tahun. Seperti yang telah dijelaskan diawal, bahwa diantara kemajuan
yang dicapai dibidang ilmu pengetahuan dan sains pada masa ini adalah terpusat
pada usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam
pengajaran akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an.
Akan tetapi yang perlu dicatat bahwa, pada masa initelah ditanamkan budaya
tulis dan baca. Dengan budaya baca tulis maka lahirlah orang pandai dari para
sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatabyang mempunyai keahlian dibidang
hukum dan jenius pada ilmu pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai
keahlian dibidanghukum dan tafsir.Diantara ahli tafsir dimasa itu adalah
khalifah yang empat (AbuBakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas,
Ubay IbnuKa’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari dan Abdullah bin
Zubair.Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal
riwayatnyatentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.Ibnu Abbas adalah anak
paman Rasulullah SAW, sekaligus muriddari Rasulullah. Ia dikenal sebagai ahli
bahasa/penterjemah Al-Qur’an. Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu
tentang tafsir Al-Qur’an. Diamempunyai biografi yang menunjukkan kebolehan
ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang
rahasia-rahasia Al-Qur’an.
B.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Bani Umayyah
Bani Umayyah atau
Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur
Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 diJazirah Arab dan sekitarnya;
serta dari 756 sampai 1031 diKordoba ,Spanyol. Nama dinasti ini diambil dari
nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani
Umayyah, yaitu Muawiyah I. Masa ini sebagai masa perkembangan peradaban Islam,
yang meliputi tiga benua yaitu, Asia, Afrika, dan Eropa. Masa ini berlangsung
selama 90 tahun (661 – 750 M) dan berpusat di Damaskus. Pada masa ini perhatian
pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar. Penyusunan ilmu
pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan pembidangan ilmu pengetahuan
(Sunanto,2003 : 42 dalam Muh. Asroruddin A. J
(2009)) sebagai berikut;
1. Ilmu pengetahuan bidang agama
yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
2. Ilmu pengetahuan bidang sejarah
yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa
yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lain.
4. Ilmu pengetahuan bidang filsafat
yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu
mantiq,kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu lain yang berhubungan
dengan ilmu itu.
Penggolongan ilmu
tersebut dimaksudkan untuk mengklasifikasikan ilmu sesuai dengan
karakteristiknya, kesemuanya saling bahu-membahu satu dengan yang lainnya,
karena satu ilmu tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga ilmu pengetahuan sudah
menjadi satu keahlian, masuk kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang
memerlukan sitematika dan penyusunan. Akan tetapi, golongan yang sudah biasa
dengan keahlian ini adalah golongan non-Arab yang disebut Mawali. Sedangkan bangsa Arab disibukkan dalam pimpinan
pemerintahan. Maka dapat kita ketahui tokoh-tokoh ilmu nahwu seperti Sibawaihi,
Al-Farisy dan Al-Zujaj yang kesemuanya mawali. Demikian juga tokoh Hadits,
seperti Al-Zuhry, AbuZubair Muhammad bin Muslim bin Idris, Bukhary dan
Muslim.(Supriyadi,2008 :109 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Hal itu
dapat dikatakan bahwa peradaban Islam pada masa itusudah bersifat
internasional. Penduduknya meliputi puluhan bangsa,menganut bermacam-macam
agama, yang kesemuanya disatukan dengan bahasa Arab.
C. Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah atau
Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa diBagdad
(sekarang ibu kotaIrak ). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan
dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan
tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah
mengalahkan Bani Umayyah dari semua kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dibentuk
oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda,Abbas. Berkuasa
mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang
selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa
tentara-tentara Turkiyang mereka bentuk,Mamluk . Selama 150 tahun mengambil
kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan
kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan.
Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan
Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258
disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khanyang menghancurkan
Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di
perpustakaan Bagdad. (
Http://id.wikipedia.org/wiki/bani_abbasiyah, dikutip tanggal 1 Desember 2009
dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)).
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Islam mencapai puncak
kejayaan (ke-emasan) yang ditandai dengan masa ekspansi kedaerah-daerah yang
sangat luas,integrasi dan kemajuan dibidang ilmu dan sains. Ilmu pengetahuan
dipandang sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan para
pembesar pemerintahan membuka kesempatan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya ilmu pengetahuan daulah Islamiyah pada
masa ini lebih tinggi kemajuannya dibanding masa sebelumnya. Gerakan membangun
ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifahJa’far al-Mansur, setelah
mendirikan kota Baghdad dan menjadikannya sebagai ibu kota negara, Ia
merangsang usaha pembukuan ilmu agama,seperti fiqh, tauhid, hadits, tafsir dan
ilmu lain seperti bahasa dan sejarah. Adapun ahli tafsir yang termasyhur saat
itu diantaranya ibnu Jarir Ath Thabari dengan model tafsir bil
ma’tsur sebanyak 30 juz, dan Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany
dengan model tafsir bir Ra’yi sebanyak 14 jilid. (as-Shiddiqie,2000 : 245
dalam Muh. Asroruddin A. J (2009))
Pada masa itu juga lahir para fuqaha (ahli fiqh) yang hingga
sekarangmasih dianut oleh masyarakat Islam, (Ensiklopedi Islam, 2002 : 134
dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) yaitu;
a. Imam Abu Hanifah, yaitu
Nu’man bin Tsabit bin Zauthi,dilahirkan di Kufah tahun 80 H. Diantara kitab
madzab Imam Abu Hanifah, Fiqhul Akbar, Musnad Abu Hanifah, Washiyyatuhu Ii
Binihi, danWashiyyatuhu Ii Ashhabihi.
b. Imam Malik, yaitu Malik
bin Anas bin Malik bin Abi Amir, lahir di Madinah tahun 93 H. Kitab-kitab
madzab Imam Malik diantaranya, Al-Muwatta’, Risalah Fil Wa’dhi, Kitabul Masail.
c. Imam Syafi’i, yaitu Abu
Abdullah Muhammad bin Idris binAbbas bin Usman bin Syafi’i. Lahir 150 H di
Ghaza provinsi Askalan,Palestina dan pernah berguru pada Imam Malik.
Diantara kitab-kitabmadzab Imam Syafi’i adalah Kitabul Um, As-Sunnah
al-Ma’tsur, Ushul Fiqh, dan Musnad Asy-Syafi’i.
d. Imam Ahmad, yaitu Ahmad
bin Hambal bin Hilal az-Zahly asy-Syaibany. Lahir tahun 164 H. Kitab-kitab
madzab Imam Ahmad binHambal antara lain, al-Musnad fil Hadits, Kitab as-Sunnah,
kitab Zuhud.
Pada
perkembangannya, Ke-empat ahli fiqh tersebut disebut sebagaiImam Madzab Empat
(al-Mazahib al-Arba’ah) atau madzab fiqh sebagaialiran pemikiran tentang hukum
Islam yang penetapannya merujuk kepadaAl-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
Sumber : Muh. Asroruddin A. J (2009). http://id.scribd.com/doc/28593682/Makalah-Sejarah-Peradaban-Islam-Sumbangan-Islam-Terhadap-Sains-Dan-Peradaban-Dunia. (diakses tanggal 11 November 2012).
Sumber : Muh. Asroruddin A. J (2009). http://id.scribd.com/doc/28593682/Makalah-Sejarah-Peradaban-Islam-Sumbangan-Islam-Terhadap-Sains-Dan-Peradaban-Dunia. (diakses tanggal 11 November 2012).
Ilmu pengetahuan dalam dunia Islam dimulai sejak diutusnya
Rasulullah untuk menyampaikan risalah dan ajaran Islam kepada umat manusia.
Seiring berjalannya waktu, para sahabat dan tabi’in mulai muncul dan dikenal
masyarakat luas karena keilmuannya. Terlebih lagi ketika munculnya dinasti
Umayyah dan Abbasiyah begitu pesatnya ilmu pengetahuan yang berkembangsaat itu,
hingga banyak sekali ilmuan dan tokoh muslim yang menghasilkan produk-produk
pemikiran yang brilian.Berikut ini akan dijabarkan secara singkat perkembangan
ilmu pengetahuan sejak diutusnya Rasulullah sebagai sang penyampai risalah,
hingga dinasti Abbasiyah yang telah menelurkan begitu banyak pemikir dan ilmuan
muslim.
Pada masa Rasulullah, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang dibidang ilmu-ilmu
pokok tentang agama (ushuluddin), dan ilmu akhlak (moral). Akan tetapi ilmu –
ilmu lainnya tetap berkembang walaupun tidak sepesat ilmu agama dan akhlak.
Saat itu pun mulai terjadi proses pengkajianilmu yang lebih sistematis,
diantaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang dikembangkan oleh para sahabat
Rasulullah. Jika kita flashback pada waktu sebelum Islam diturunkan, bangsa
Arab dikenal dengan sebutan kaum jahiliyah. Hal ini disebabkan karena bangsa
Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian yang lain.
Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair jahili
yang disebarkan secara hafalan (Bernard Lewis, 1996: 25 dalam Muh.
Asroruddin A. J (2009)). Dengan kenyataan itu, maka diutuslah nabi Muhammad SAW
dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan
Tuhan maupun dengan sesama manusia. Demikian pula dalam masalah ilmu
pengetahuan, perhatian Rasul sangat besar. Rasulullah SAW memberi contoh
revolusioner bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu. Diantara gerakan yang
dilakukan Rasulullah SAW adalah dengan menggiatkan budaya membaca, yang
merupakan pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu tindakan awal yang
membebaskan manusia dari ketidaktahuan. Membaca merupakan pintu bagi
pengembangan ilmu.Rasulullah SAW juga memerintahkan kepada para sahabatnya
untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Dengan cara ini dapat menjaga kemurniandan
juga media memahami ayat-ayat al-Qur’an. Disamping dengan hafalan, juga membuat
tradisi menulis/ mencatat wahyu pada kulit, tulang, pelepahkurma dan
lain-lain.(Sunanto, 2003:14-16 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Dengan
bimbingan Nabi Muhammad SAW, telah mendorong semangat belajar membaca, menulis
dan menghafal sehingga umat Islam menjadi umat yang memasyarakatkan kepandaian
tulis-baca. Dengan semangat itulah, maka terbangun jiwa umat Islam untuk tidak
hanya beriman tetapi juga berilmu, sehingga nantinya lahir sarjana-sarjana
Islam yang ahli dibidangnya masing-masing. Dengan demikian dapat dimengerti ,
salah satu aspek dari peradaban adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau
pada masa Nabi danKhulafau ar-Rasyidin perhatian terpusat pada usaha untuk
memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah,
akhlak,ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an, maka perhatian
sesudah itu disesuaikan dengan kebutuahn zaman, tertuju pada ilmu-ilmu yang
diperoleh dari bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam.(Sunanto,2003:38
dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Peradaban Islam memiliki tiga
pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal
yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam, mulai dari periode Nabi
Muhammad Saw. sampai perkembangan peradaban Islam masa setelahnya. Kedua,
hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu
pengetahuandan kesenian. Ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam
yang berperan melindungi pandangan hidup Islam, terutama dalam hubungannya
dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.
(Munthoha, 1998:14 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Pertumbuhan ilmu
pengetahuan telah terjadi sejak Rasulullah mendakwahkan agama islam, wahyu
pertamanya yaitu surat Al – alaq ayat 1-5 bercerita tentang dasar – dasar ilmu
pengetahuan, didalam wahyu tersebut terdapat perintah untuk membaca, Allah pun
menegaskan bahwa hakikat ilmu datangnya dari Allah dan awalnya manusia tidak
mengetahui apa – apa. Kata Iqra’ pada ayat ke-1 surat Al- alaq memiliki makna
yang beragam, seperti menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu,membaca
baik teks maupun bukan teks.
Selanjutnya pada zaman khulafaurrasyidin, pada masa ini sering disebut
dengan masa klasik awal (650 – 690 M). Pada masa klasik awal ini,merupakan
peletakan dasar-dasar peradaban Islam yang berjalan selama 40 tahun. Seperti
yang telah dijelaskan diawal, bahwa diantara kemajuan yang dicapai dibidang
ilmu pengetahuan dan sains pada masa ini adalah terpusat pada usaha untuk
memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah,
akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Akan tetapi yang
perlu dicatat bahwa, pada masa initelah ditanamkan budaya tulis dan baca.
Dengan budaya baca tulis maka lahirlah orang pandai dari para sahabat rasul,
diantaranya Umar bin Khatabyang mempunyai keahlian dibidang hukum dan jenius
pada ilmu pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keahlian
dibidanghukum dan tafsir.Diantara ahli tafsir dimasa itu adalah khalifah yang
empat (AbuBakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay
IbnuKa’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.Dan
dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnyatentang
tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.Ibnu Abbas adalah anak paman Rasulullah
SAW, sekaligus muriddari Rasulullah. Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah
Al-Qur’an. Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur’an.
Diamempunyai biografi yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang
tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur’an.
B.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada
Masa Daulah Bani Umayyah
Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan
Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai
750 diJazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 diKordoba
,Spanyol. Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams,
kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah I. Masa ini
sebagai masa perkembangan peradaban Islam, yang meliputi tiga benua yaitu,
Asia, Afrika, dan Eropa. Masa ini berlangsung selama 90 tahun (661 – 750 M) dan
berpusat di Damaskus. Pada masa ini perhatian pemerintah terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan sangat besar. Penyusunan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan
dilakukan pembidangan ilmu pengetahuan (Sunanto,2003 : 42 dalam Muh.
Asroruddin A. J (2009)) sebagai berikut;
1.
Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits.
2.
Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3.
Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa,
nahwu, sharaf dan lain-lain.
4.
Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal
dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq,kedokteran, kimia, astronomi, ilmu
hitung dan ilmu lain yang berhubungan dengan ilmu itu.
Penggolongan ilmu tersebut dimaksudkan untuk
mengklasifikasikan ilmu sesuai dengan karakteristiknya, kesemuanya saling
bahu-membahu satu dengan yang lainnya, karena satu ilmu tidak bisa berdiri
sendiri. Sehingga ilmu pengetahuan sudah menjadi satu keahlian, masuk kedalam
bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan sitematika dan penyusunan. Akan
tetapi, golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non-Arab
yang disebut Mawali. Sedangkan bangsa Arab disibukkan dalam pimpinan
pemerintahan. Maka dapat kita ketahui tokoh-tokoh ilmu nahwu seperti Sibawaihi,
Al-Farisy dan Al-Zujaj yang kesemuanya mawali. Demikian juga tokoh Hadits,
seperti Al-Zuhry, AbuZubair Muhammad bin Muslim bin Idris, Bukhary dan
Muslim.(Supriyadi,2008 :109 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Hal itu
dapat dikatakan bahwa peradaban Islam pada masa itusudah bersifat
internasional. Penduduknya meliputi puluhan bangsa,menganut bermacam-macam
agama, yang kesemuanya disatukan dengan bahasa Arab.
C.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada
Masa Daulah Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah
kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa diBagdad (sekarang ibu kotaIrak ).
Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan
Persia. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan Bani Umayyah dari
semua kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari
paman Nabi Muhammad yang termuda,Abbas. Berkuasa mulai tahun 750 dan
memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad,
tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara Turkiyang
mereka bentuk,Mamluk . Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran,
kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti
setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan
Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan
Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol
yang dipimpin Hulagu Khanyang menghancurkan Bagdad dan tak menyisakan
sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Bagdad. (
Http://id.wikipedia.org/wiki/bani_abbasiyah, dikutip tanggal 1 Desember 2009
dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)).
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Islam mencapai puncak
kejayaan (ke-emasan) yang ditandai dengan masa ekspansi kedaerah-daerah yang
sangat luas,integrasi dan kemajuan dibidang ilmu dan sains. Ilmu pengetahuan
dipandang sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan para
pembesar pemerintahan membuka kesempatan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya ilmu pengetahuan daulah Islamiyah pada
masa ini lebih tinggi kemajuannya dibanding masa sebelumnya. Gerakan membangun
ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifahJa’far al-Mansur, setelah
mendirikan kota Baghdad dan menjadikannya sebagai ibu kota negara, Ia
merangsang usaha pembukuan ilmu agama,seperti fiqh, tauhid, hadits, tafsir dan
ilmu lain seperti bahasa dan sejarah. Adapun ahli tafsir yang termasyhur saat
itu diantaranya ibnu Jarir Ath Thabari dengan model tafsir bil
ma’tsur sebanyak 30 juz, dan Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany
dengan model tafsir bir Ra’yi sebanyak 14 jilid. (as-Shiddiqie,2000 : 245
dalam Muh. Asroruddin A. J (2009))
Pada masa itu juga lahir para fuqaha (ahli fiqh) yang hingga
sekarangmasih dianut oleh masyarakat Islam, (Ensiklopedi Islam, 2002 : 134
dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) yaitu;
a. Imam Abu Hanifah, yaitu Nu’man bin
Tsabit bin Zauthi,dilahirkan di Kufah tahun 80 H. Diantara kitab madzab Imam
Abu Hanifah, Fiqhul Akbar, Musnad Abu Hanifah, Washiyyatuhu Ii Binihi,
danWashiyyatuhu Ii Ashhabihi.
b.
Imam Malik, yaitu Malik bin Anas bin
Malik bin Abi Amir, lahir di Madinah tahun 93 H. Kitab-kitab madzab Imam Malik
diantaranya, Al-Muwatta’, Risalah Fil Wa’dhi, Kitabul Masail.
c.
Imam Syafi’i, yaitu Abu Abdullah
Muhammad bin Idris binAbbas bin Usman bin Syafi’i. Lahir 150 H di Ghaza
provinsi Askalan,Palestina dan pernah berguru pada Imam Malik. Diantara
kitab-kitabmadzab Imam Syafi’i adalah Kitabul Um, As-Sunnah al-Ma’tsur,
Ushul Fiqh, dan Musnad Asy-Syafi’i.
d. Imam Ahmad, yaitu Ahmad bin Hambal
bin Hilal az-Zahly asy-Syaibany. Lahir tahun 164 H. Kitab-kitab madzab Imam
Ahmad binHambal antara lain, al-Musnad fil Hadits, Kitab as-Sunnah, kitab
Zuhud.
Pada perkembangannya, Ke-empat ahli fiqh tersebut disebut
sebagaiImam Madzab Empat (al-Mazahib al-Arba’ah) atau madzab fiqh sebagaialiran
pemikiran tentang hukum Islam yang penetapannya merujuk kepadaAl-Qur’an dan
Sunnah Nabi SAW.
http://jiyaad-sabiq.blogspot.com/2013/04/perkembangan-ilmu-pengetahuan-pada-masa.html
MASA KHULAFAUR ROSYIDIN
Secara umum periode Khulafaur
Rasyidin (pemimpin yang tercerahkan) dikenal sebagai periode yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup umat Islam. Penting karena pada periode ini
terjadi perisiwa-peristiwa theologis dan politik yang sangat berpengaruh bagi
eksistensi Islam. Dalam sisi theologis berkembang satu persepsi tentang
berakhirnya masa kenabian Muhammad dan juga ajarannya, dengan demikian fungsi
kenabian Muhammad tidak dapat digantikan oleh siapapun, sedangkan ajarannya
dapat dikembangkan terus menerus sepanjang jaman, termasuk didalamnya adalah
fungsi kepemimpinan politiknya.
Zaman Khulafaur Rosyidin terdiri
dari 4 Khalifah yaitu :
Abu Bakar Ash Shidiq
Naiknya Abu Bakar ke puncak pimpinan
politik umat Islam diwarnai dengan kedukaan yang luar biasa, dengan
meninggalnya Rasulullah. Oleh sebab itu proses politik terpilihnya Abu Bakar
tidak banyak diketahui, dan ini kemudian menimbulkan ketidakpuasan Politik
di-kalangan umat Islam, namun ketidak puasan tersebut tidak banyak menimbulkan
permasalah-an. Permasalahan yang berkembang pada masa kepemimpinan Abu Bakar
adalah :
1. Politik
Adanya konflik-konflik politik
antara umat Islam, yang kemudian melahirkan sekte-sekte politik dikalangan
umat.
- Sekte-sekte politik tersebut
kemudian diikuti tindakan pengingkaran sebagian umat Islam yang menolak
kepemimpinan Abu Bakar terseubut diwujudkan dengan pe-nolakan mereka
terhadap kewajiban Zakat.
- Di samping memerangi mereka
yang membangkang, Abu Bakar juga mengirim pasukan untuk menaklukan negara
lain seperti Syiria, Parsi dan Mesir.
2. Theologis dan Hukum
- Penolakan terhadap kewajiban
Zakat melahirkan problem theologis dan hukum baru, yang intinya apakah
mereka telah termasuk dalam spektrum Murtad dan wajib di-perangi atau
tidak.
- Berkembang sikap yang
berlebihan dalam menyikapi peristiwa meninggalnya Rasul dengan menyatakan
diri sebagai pengganti Kerasulullah Muhammad (Nabi Palsu).
- Meluasnya wilayah geografis
umat Islam, yang diikuti dengan bertambahnya jumlah umat, dengan latar
belakang yang berbeda, melahirkan permasalahan hukum baru.
Peristiwa theologis dan hukum,
terutama yang menyangkut penolakan kewajiban Zakat dan permakluman sebagai Nabi
Palsu menyebabkan ketegangan politik. Ketegangan politik tersebut menyebabkan
para Shahabat berketatapan untuk memberantas orang-orang yang me-nolak Zakat
dan mengaku sebagai Nabi palsu, maka terjadilah pertempuran di Yamamah, yang
menyebabkan umat Islam banyak yang menjadi Syuhada’ terutama para Hafidz.
Peristiwa pertempuran Yamamah menyebabkan kekhawatiran umat terutama terhadap
kelang-sungan dan keberadaan al Qur’an. Untuk mengatasi hal-hal yang mungkin
lebih buruk, maka dilakukan proses pengumpulan naskah al Qur’an, atas usulan
Umar bin Khattab.
Perluasan daerah yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah berusahan untuk menguasai Syiria dan Persia, untuk itu diutus 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sofyan (Damaskus), Abu Ubaidah bin Jarrah (di Hmos), Amru Bin Ash (Palestina) dan Surahbil bin Hasanah (Yordania), namun di tengah berkecamuknya perang melawan
Perluasan daerah yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah berusahan untuk menguasai Syiria dan Persia, untuk itu diutus 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sofyan (Damaskus), Abu Ubaidah bin Jarrah (di Hmos), Amru Bin Ash (Palestina) dan Surahbil bin Hasanah (Yordania), namun di tengah berkecamuknya perang melawan
Romawi tersebut, Kholifah Abu Bakar
meninggal dunia (Th 13 H.)
Umar bin Khattab
Dalam salah satu do’anya, Rasulullah
pernah memohon agar Allah menegakkan agama Islam dengan salah satu dari dua
Umar. Permohonan tersebut, memberikan nuansa keter-gantungan kepada sosok Umar.
Kenyataan menunjukkan bahwa Umar mempunyai kapasitas dan aksebilitas yang
tinggi untuk membawa kemajuan Islam. Figur Umar menjadi jaminan keamanan dan
kemantapan Islam, terutama pada awal perkembangannya, karena kebe-raniannya,
kecerdasan dan ketegasan dalam memimpin umat Islam yang baru berkembang dan
rawan perpecahan.
Prestasi monomental telah dihasilkan oleh Umar, terutama dalam memperbaiki kinerja birokrasi dalam hubungannya dengan rakyat’ dalam hal kepentingan politik dan perlakuan hukum. Prinsip egaliter sebagai salah satu nilai dasar ajaran Islam, menjadi kerangka dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah. Ber-dasarkan konsep-konsep tersebut, struktur dan nilai kehidupan yang dikembangkan adalah konsep hidup yang humanis dan demokratis. Tidaklah heran, jika dalam suatu kesempatan ia sempat diprotes oleh masyarakat karena perlakuan hukum/politik yang dianggap tidak adil.
Prestasi monomental telah dihasilkan oleh Umar, terutama dalam memperbaiki kinerja birokrasi dalam hubungannya dengan rakyat’ dalam hal kepentingan politik dan perlakuan hukum. Prinsip egaliter sebagai salah satu nilai dasar ajaran Islam, menjadi kerangka dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah. Ber-dasarkan konsep-konsep tersebut, struktur dan nilai kehidupan yang dikembangkan adalah konsep hidup yang humanis dan demokratis. Tidaklah heran, jika dalam suatu kesempatan ia sempat diprotes oleh masyarakat karena perlakuan hukum/politik yang dianggap tidak adil.
Dalam aspek theologis, tidak banyak
timbul permasalahan setelah kelompok orang yang menolak kewajiban Zakat dan
Nabi Palsu di berantas pada masa Abu Bakar as Shidiq, akan tetapi timbul
permasalahan baru dalam bidang theologis yaitu kemungkinan masuknya sistem theologi
lain dalam ajaran sistem lain, mengingat semakin meluasnya wilayah Islam dengan
latar belakang budaya nilai keagamaan yang berbeda. Sedangkan dalam aspek yang
lain dapat di lihat pada paparan berikut.
1. Politik
1. Politik
- Semakin mantapnya kehidupan
politik yang demokratis yang ditandai dengan lancarnya komunikasi politik
baik vertikal maupun horizontal.
- Terjadinya perluas wilayah
kekuasaan Islam, yang meliputi wilayah Jazirah Arab, Parsi, Syiria dan
Mesir. Dengan demikian wilayah kerajaan Klasik yang mempunyai tradisi dan
kebudayaan tinggi, menjadi sumber kebanggaan Islam.
- Berkembangnya lembaga dan
organisasi politik yang ternyata memberikan dampak positif bagi
perkembangan politik umat, terutama dengan adanya Ahlul Halli wa al Aqdi
(DPR).
- Terjadinya pelembagaam
organisasi kenegaraan (birokrasi) yang dapat mendukung kinerja
kepemimpinan Umar bin Khattab.
- Pembagian wilayah negara
menjadi dua pemerintahan, yaitu : Pemerintahan pusat (Sentralisasi) yang
dikepala oleh seorang Kholifah Dan pemerintahan daerah (Desentralisasi)
yang dipimpin oleh seorang Wali atau Gubernur.
- Pembentukan
organisasi-organisasi kenegaraan, misalnya Baitul Mal (Badan Keuangan
Negara), Badan pemeriksa keuangan dan Jizyah, Departemen kehakiman (Dewan
Qodhi pusat dan daerah), Organisasi/Lembaga ketentaraan (Katib al Jund),
Organisasi/Lembaga kepolisian (Katib al Syurthah)
2. Pemikiran Islam dan Hukum
Sebagaimana yang telah dikemukakan
di atas, Umar adalah seorang yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang
baik, maka pada masa Umar perkembangan pemikiran dan Hukum Islam sangat baik.
Di antara contoh tradisi berfikir tersebut adalah :
- Berkembangnya tradisi berfikir
rasional, yang kemudian disebut dengan Ijtihad. Metode berfikir bebas yang
pertama kali berkembang tersebut adalah Ra’yi (pendapat pribadi) yang
sering dikemukakan oleh Umar bin Khattab
- Terjadinya rasionalisasi ajaran
Islam, terutama pada pokok ajaran yang mengan-dung makna ideal dan moral
(ajaran yang mengandung makna ideal). Ketentuan hukum dan nilai
religiusitasnya tidak dipahami sebagaimana teks (bunyi) hukumnya atau
ketetapan legalnya, melainkan lebih mengarah pada pemahaman gagasan dan
ide yang terkandung di dalamnya, misalnya :
- Pembatalan hukuman potong bagi
pencuri yang kelaparan dan yang mengambil hak dari tuan yang mempekerjakannya
- Pembatalan pembagian harta
rampasan bagi pelaku peperangan dan mendaya gunakannya sebagai alat
produksi dan pendapatan negara, setelah dibentuk organisasi ketentaraan
dan mereka mendapat gaji dari negara.
- Umar bin Khattab meninggal ole
Fairuz budak dari Mughiroh bin Syibah – budak tersebut amat dendam kepada
Umar, karena Umar lah yang menyebabkan Persia hancur.
Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah salah satu
Shahabat Rasulullah yang mempunyai kelebihan fi
nansial. Ia dikenal sebagai Shahabat
yang memiliki kemampuan bisnis dengan memanfaat-kan peluang-peluang yang ada.
Maka tidaklah berlebihan jika disebut sebagai seorang kong-lemerat Islam zaman
Rasulullah. Utsman naik kepuncak kepemimpinan Islam bersamaan dengan makin
besarnya interest dan konflik politik dikalangan umat Islam. Melihat hal
ter-sebut, ketika Umar akan meninggal dunia, ia memberikan 6 figur yang
dianggapnya repre-sentatif menggantikan dirinya seteleh dilakukan pemilihan
nanti, di antaranya adalah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib. Jatuhlah
pilihan tersebut pada Utsman bin Affan, dengan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
1. Umat Islam menganggap Utsman lebih Tua dan lunak dalam mengelola pemerintahan
2. Umat Islam trauma dengan cara Umar memerintah yang keras dan disiplin, dan nampak-nya sifat-sifat tersebut ada pada Ali bin Abi Thalib.
1. Umat Islam menganggap Utsman lebih Tua dan lunak dalam mengelola pemerintahan
2. Umat Islam trauma dengan cara Umar memerintah yang keras dan disiplin, dan nampak-nya sifat-sifat tersebut ada pada Ali bin Abi Thalib.
Secara umum, sedikit prestasi yang
dapat kita temukan pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, apabila
dibandingkan dengan masa pemerintahan Umar bin Khattab. Hal tersebut boleh jadi
disebabkan oleh kondisi politik dan masa kekhalifaan Utsman bin Affan yang
hanya sekitar 6 tahun. Walaupun demikian terdapat hal-hal yang menarik untuk
dikemuka-kan sebagai hasil karya gemilang kekhalifaan Utsman bin Affan, yaitu :
1. Di lanjutkkannya proses
pembukukan al Qur’an, setelah dilakukan gerakan pengumpulan naskahnya pada masa
Abu Bakar Ash Shidiq, dalam satu musyhaf induk yang disebut dengan “Musyhaf
Utsmani”. Musyhaf tersebut dicetak sebanyak 8 Examplar dan ke-mudian disebar ke
kota-kota besar Islam. Program ini dilakukan dalam rangka :
- Menyelematkan naskah dan sumber
ajaran Islam dari kerusakan, pemalsuan dan prilaku negatif lainnya.
- Menyatukan tulisan dan bacaan
al Qur’an (yang diakui bacaannya sebanyak 7 bacaan), yang selama ini
menjadi salah satu sumber konflik keagamaan umat Islam.
- Menghapus seluruh naskah yang
dimiliki oleh umat Islam dan hanya mengakui bacaan, bentuk dan tulisan
dari musyhaf Utsmani.
2. Pembangunan kekuatan armada
militer ummat Islam, dengan memanfaatkan Syiria sebagai pangkalan militer
3. Perluasan daerah meliputi Daerah
Persia, Azerbeizan, Armenia, Asia Kecill, Pesisir laut Hitam, Cyprus dan Afrika
Utara (Tunisia, Marokko dan Al Jajair).
3. Sedangkan perkembangan
perpolitikan uamt, berkembang satu kecenderungan yang berbeda dengan praktek
politik pada masa Rasulullah dan dua khalifah sebelumnya, yaitu teerjadinya
budaya Nepotisme dan pemborosan uang negara. Nepotisme adalah pengangkatan
orang dekat, keluarga dan suku mereka sendiri. Lebih lanjut, perubahan visi
politik Utsman adalah sebagai berikut :
- · Memberikan penghargaan yang
lebih tinggi kepada pelaku politik yang berasal dari keluarga atau suku
mereka. Konsep politik tersebut sekarang dikenal dengan Nepotisme. Dan
ingat prilaku politik seperti itu tidak ada dalam ajaran Islam.
· Menciptakan poros kekuasaan dengan meletakkan wilayah Syiria (Damaskus) yang di-pimpin oleh Muawiyah bin Abu Sofyan sebagai representasi pemikiran dan perlakuan politik.
Para ahli sejarah memperkirakan
sebab perubahan visi politik Utsman bin Affan dari demokratis menjadi nepotisme
disebabkan oleh ketidakmampuan Utsman merangkul seluruh komponen umat Islam,
terutama pada umat Islam yang kontra dengan kebijakan Utsman yang sangat lemah
dan tidak berwibawa dibandingkan dengan Umar. Lemahnya dukungan dari umat
Islam, terutama shahabat yang terpilih, menyebabkan Utsman berpaling kepada
anggota keluarganya dan praktek politik nepotis seperti itu melahirkan gejolak
politik yang baru, mendorong penguatan opoisi dan penentangan terhadap Utsman.
Lebih lanjut, perlakuan politik
tersebut mendorong lahirnya intrik politik dan kecurigaan yang tidak
terselesaikan antara umat Islam. Pada perkembangan berikutnya lahirlah rekayasa
untuk menghancurkan lawan atau yang disebut dengan konspirasi politik, baik
oleh pihak penguasa maupun mereka yang tidak suka dengan keputusan politik
penguasa. Puncak dari konspirasi politik tersebut adalah terbunuhnya khalifah
Utsman bin Affan, yang pada giliran-nya menjadi pemicu pergantian (suksesi)
kepemimpian yang tidak mulus dan barangkali tidak di sadari adalah mengendapnya
dendam politik para elit politik umat Islam, yang se-waktu-waktu meletus dan
menghanguskan integritas umat Islam secara keseluruhan. Sekali lagi peristiwa
pembunuhan Utsman menjadi bara politik yang terus merenggut korban politik umat
Islam berikutnya, termasuk Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib
Siapapun tahu siapa Ali bin Abi
Thalib, seorang yang sejak muda telah bergelut dengan perjuangan menegakkan
Islam. Ia adalah Saifullah yang tidak pernah absen dalam mengikuti peperangan
membela agama Allah, ketika ia menjadi tumbal kebenaran dengan mengganti tempat
tidur Rasulullah. Ia adalah menantu tersayang dari Rasulullah, yang hidup dan
prilaku mirip Rasulullah, ia adalah ahlul bait yang berusahan membersihkan dari
perbuatan dosa. Namun nasib Ali bin Abi Thalib tidak lebih baik dari Utsman bin
Affan, ia meninggal dunia karena konspirasi politik yang sangat tidak
manusiawi. Akhirnya dalam catatan sejarah keluarga Umaiyah, Ali bin Abi Thalib
adalah sebuah kotoran yang harus dibersihkan dari baju dan kemeja kesombongan
Bani Umaiyah.
Ali bin Abi Thalib menggantikan
kedudukan Utsman bin Affan dalam situasi politik yang sangat tegang, menyusul
kematian Utsman bin Affan dalam sebuah tragedi politik yang me-milukan. Tragedi
politik tersebut memperkuat kelompok politik dengan kepentingan politik yang
berbeda, misalnya :
- Kelompok pro Utsman, yang
menyatakan bahwa pelaku pembunuhan Utsman adalah ke-lompok Ali bin Abi
Tholib. Kelompok ini dipelopori oleh Muawiyah.
- Kelompok Ali yang merasa tidak
mempunyai kaitan dengan persekongkolan pembunuh-an Utsman bin Affan.
- Kelompok pro Aisyah dan Zubair,
yang keduanya tidak suka dengan naiknya Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah.
Perseteruan politik tersebut
melahirkan ketegangan politik, yang berujung dengan pe-perangan, misalnya
peperangan “Berunta” (Ali dengan Aisyah). Peperangan Hijaz antara Ali dengan
Zuber, dan yang paling menggemparkan adalah peperangan antara Ali bin Abi
Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sofyan (Perang Siffin). Peperangan antara Zubair
bin Awwam dengan Ali, dalam perspektif sejarah sangat sulit ditentukan oleh
sebab-sebabnya, apakah Zubaer melakukannya karena membela Utsman atau karena
kepentingan politik pribadi, ter-masuk di dalamnya dengan Aisyah (mertua Ali).
Aisyah sendiri merasa tida puas atas kema-tian Utsman dan ingin menuntut balas
pada Ali bin Abi Thalib.
Peperangan terakhir (Ali dengan
Muawiyah), hampir-hampir dimenangkan oleh Ali bin Abi Thalib, jika bukan karena
kelihaian Amr bin Ash yang mengangkat al Qur’an. Aksi Amru tersebut telah
memaksa Ali untuk menyelesaikan konflik di meja perundingan (Majlis Tahkim)
yang hasilnya justru membawa Ali pada posisi yang sangat lemah, kalau tidak
boleh dikatakan sebagai satu kekalahan Ali dari Muawiyah.
Peristiwa Majlis Tahkim tersebut mampu membawa pada situasi Colling Down (penurunan suhu) politik dikalangan umat Islam, yang kemudian dikenal dengan “Amul Jama’ah”. Namun peristiwa-peristiwa politik yang lain telah membuyarkan Amul Jama’ah menjadi api konflik yang membuat umat memendam dendam yang tida henti-hentinya, ter-utama ketika mereka mengingat peristiwa Majlis Tahkim. Ada tiga kelompok politik pasca Majlis Tahkim, yaitu :
Peristiwa Majlis Tahkim tersebut mampu membawa pada situasi Colling Down (penurunan suhu) politik dikalangan umat Islam, yang kemudian dikenal dengan “Amul Jama’ah”. Namun peristiwa-peristiwa politik yang lain telah membuyarkan Amul Jama’ah menjadi api konflik yang membuat umat memendam dendam yang tida henti-hentinya, ter-utama ketika mereka mengingat peristiwa Majlis Tahkim. Ada tiga kelompok politik pasca Majlis Tahkim, yaitu :
- Kelompok Muawiyah bin Abu
Sofyan, yang diuntungkan dalam majlis Tahkim dan merasa menjadi penguasa
politik yang baru, dengan pusat pemerintahan di Damskus.
- Kelompok Ali bin Abi Thalib
yang telah diperdaya oleh petualang politik dalam majlis tahkim. Kelompok
ini disebut dengan “Syiah”
- Kelompok orang yang tidak puas
dengan Ali dan Muawiyah, kelompok ini disebut dengan Khawarij. Kelompok
ini beranggapan bahwa orang yang terlibat dalam Majlis Tahkim telah keluar
dari Islam dan harus dihukum bunuh.
Maka disusunlah konspirasi politik untuk membunuh mereka, diantara orang yang masuk dalam target operasi (TO) pembunuhan oleh kelompok Khawarij adalah Ali bin Abi Thalib, Muawiya bin Abu Sofyan dan Amru bin Ash. Ketiga orang tersebut menurut mereka adalah tokoh-tokoh Majlis Tahkim, dan yang berhasil mereka bunuh adalah Ali bin Abi Thalib, maka dengan meninggalnya Ali bin Abi Thalib, penguasaan politik umat Islam beralih ke Muawiyah bin Abi Sofyan, yang memindahkan pusat kekuasaannya dari Madinah ke Damaskus Syiria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar