Kamis, 18 Februari 2016

IPTEK DAN PERADABAN ISLAM
1- Pendahuluan
Bicara tentang kejayaan peradaban Islam di masa lalu, dan juga jatuhnya kemuliaan itu seperti nostalgia. Orang bilang, romantisme sejarah. Tidak apa-apa, terkadang ada baiknya juga untuk dijadikan sebagai bahan renungan. Karena bukankah masa lalu juga adalah bagian dari hidup kita. Baik atau buruk, masa lalu adalah milik kita. Kaum muslimin, pernah memiliki kejayaan di masa lalu. Masa di mana Islam menjadi trendsetter sebuah peradaban modern. Peradaban yang dibangun untuk kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini.
Masa kejayaan itu bermula saat Rasulullah mendirikan pemerintahan Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah di Madinah. Tongkat kepemimpinan bergantian dipegang oleh Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, dan seterusnya. Di masa Khulafa as-Rasyiddin ini Islam berkembang pesat. Perluasan wilayah menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya penyebarluasan Islam ke seluruh penjuru dunia. Islam datang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia. Penaklukan wilayah-wilayah, adalah sebagai bagian dari upaya untuk menyebarkan Islam, bukan menjajahnya. Itu sebabnya, banyak orang yang kemudian tertarik kepada Islam. Satu contoh menarik adalah tentang Futuh Makkah (penaklukan Makkah), Rasulullah dan sekitar 10 ribu pasukannya memasuki kota Makkah. Kaum Quraisy menyerah dan berdiri di bawah kedua kakinya di pintu Ka’bah. Mereka menunggu hukuman Rasul setelah mereka menentangnya selama 21 tahun. Namun, ternyata Rasulullah justru memaafkan mereka.
Begitu pula yang dilakukan oleh Shalahuddin al-Ayubi ketika merebut kembali Yerusalem dari tangan Pasukan Salib Eropa, ia malah melindungi jiwa dan harta 100 ribu orang Barat. Shalahuddin juga memberi ijin ke luar kepada mereka dengan sejumlah tebusan kecil oleh mereka yang mampu, juga membebaskan sejumlah besar orang-orang miskin. Panglima Islam ini pun membebaskan 84 ribu orang dari situ. Malah, saudaranya, al-Malikul Adil, membayar tebusan untuk 2 ribu orang laki-laki di antara mereka.
Padahal 90 tahun sebelumnya, ketika pasukan Salib Eropa merebut Baitul Maqdis, mereka justru melakukan pembantaian. Diriwayatkan bahwa ketika penduduk al-Quds berlindung ke Masjid Aqsa, di atasnya dikibarkan bendera keamanan pemberian panglima Tancard. Ketika masjid itu sudah penuh dengan orang-orang (orang tua, wanita dan anak-anak), mereka dibantai habis-habisan seperti menjagal kambing. Darah-darah muncrat mengalir di tempat ibadah itu setinggi lutut penunggang kuda. Kota menjadi bersih oleh penyembelihan penghuninya secara tuntas. Jalan-jalan penuh dengan kepala-kepala yang hancur, kaki-kaki yang putus dan tubuh-tubuh yang rusak. Para sejarawan muslim menyebutkan jumlah mereka yang dibantai di Masjid Aqsa sebanyak 70 ribu orang. Para sejarawan Perancis sendiri tidak mengingkari pembantaian mengerikan itu, bahkan mereka kebanyakan menceritakannya dengan bangga.
Fakta ini cukup membuktikan betapa Islam mampu memberikan perlindungan kepada penduduk yang wilayahnya ditaklukan. Karena perang dalam Islam memang bukan untuk menghancurkan, tapi memberi kehidupan. Dengan begitu, Islam tersebar ke hampir sepertiga wilayah di dunia ini.
Peradaban Islam memang mengalami jatuh-bangun, berbagai peristiwa telah menghiasi perjalanannya. Meski demikian, orang tidak mudah untuk begitu melupakan peradaban emas yang berhasil ditorehkannya untuk umat manusia ini. Pencerahan pun terjadi di segala bidang dan di seluruh dunia.
Sejarawan Barat beraliran konservatif, W Montgomery Watt menganalisa tentang rahasia kemajuan peradaban Islam, ia mengatakan bahwa Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.
Orientalis Sedillot seperti yang dikutip Mustafa as-Siba’i dalam Peradaban Islam, Dulu, Kini, dan Esok, mengatakan bahwa, “Hanya bangsa Arab pemikul panji-panji peradaban abad pertengahan. Mereka melenyapkan barbarisme Eropa yang digoncangkan oleh serangan-serangan dari Utara. Bangsa Arab melanglang mendatangi ‘sumber-sumber filsafat Yunani yang abadi’. Mereka tidak berhenti pada batas yang telah diperoleh berupa khazanah-khazanah ilmu pengetahuan, tetapi berusaha mengembangkannya dan membuka pintu-pintu baru bagi pengkajian alam.”
Andalusia, yang menjadi pusat ilmu pengetahuan di masa kejayaan Islam, telah melahirkan ribuan ilmuwan, dan menginsiprasi para ilmuwan Barat untuk belajar dari kemajuan iptek yang dibangun kaum muslimin.
Jadi wajar jika Gustave Lebon mengatakan bahwa terjemahan buku-buku bangsa Arab, terutama buku-buku keilmuan hampir menjadi satu-satunya sumber-sumber bagi pengajaran di perguruan-perguruan tinggi Eropa selama lima atau enam abad. Tidak hanya itu, Lebon juga mengatakan bahwa hanya buku-buku bangsa Arab-Persia lah yang dijadikan sandaran oleh para ilmuwan Barat seperti Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Arnold de Philipi, Raymond Lull, san Thomas, Albertus Magnus dan Alfonso X dari Castella.
Buku al-Bashariyyat karya al-Hasan bin al-Haitsam diterjemahkan oleh Ghiteleon dari Polska. Gherardo dari Cremona menyebarkan ilmu falak yang hakiki dengan menerjemahkan asy-Syarh karya Jabir. Belum lagi ribuan buku yang berhasil memberikan pencerahan kepada dunia. Itu sebabnya, jangan heran kalau perpustakaan umum banyak dibangun di masa kejayaan Islam. Perpustakaan al-Ahkam di Andalusia misalnya, merupakan perpustakaan yang sangat besar dan luas. Buku yang ada di situ mencapai 400 ribu buah. Uniknya, perpustakaan ini sudah memiliki katalog. Sehingga memudahkan pencarian buku. Perpustakaan umum Tripoli di daerah Syam, memiliki sekitar tiga juta judul buku, termasuk 50.000 eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Dan masih banyak lagi perpustakaan lainnya. Tapi naas, semuanya dihancurkan Pasukan Salib Eropa dan Pasukan Tartar ketika mereka menyerang Islam.
Peradaban Islam memang peradaban emas yang mencerahkan dunia. Itu sebabnya menurut Montgomery, tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’nya, Barat bukanlah apa-apa. Wajar jika Barat berhutang budi pada Islam.
Empat belas abad yang silam, Allah Ta’ala telah mengutus Nabi Muhammad saw sebagai panutan dan ikutan bagi umat manusia. Beliau adalah merupakan Rasul terakhir yang membawa agama terakhir yakni Islam. Hal ini secara jelas dan tegas dikemukakan oleh Al-Quran dimana Kitab Suci tersebut memproklamasikan keuniversalan misi dari Muhammad saw sebagaimana kita jumpai dalam ayat-ayat berikut ini:
“Katakanlah, “Wahai manusia , sesungguhnya aku ini Rasul kepada kamu sekalian dari Allah yang mempunyai kerajaan seluruh langit dan bumi. Tak ada yang patut disembah melainkan Dia.” (QS. 7:159).
“Dan kami tidaklah mengutus engkau melainkan sebagai pembawa kabar suka dan pemberi peringatan untuk segenap manusia…” (QS. 34:29).
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi seluruh umat…” (QS. 21:108).
Nabi Muhammad saw telah mengubah pandangan hidup dan memberi semangat yang menyala-nyala kepada umat Islam, sehingga dari bangsa yang terkebelakang dalam waktu yang amat singkat mereka, mereka telah menjadi guru sejagat. Umat Islam menghidupkan ilmu, mengadakan penyelidikan-penyelidikan. Fakta sejarah menjelaskan antara lain , bahwa Islam pada waktu pertama kalinya memiliki kejayaan, bahwa ada masanya umat Islam memiliki tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina di bidang filsafat dan kedokteran, Ibnu Khaldun di bidang Filsafat dan Sosiologi, Al-jabar dll. Islam telah datang ke Spanyol memperkenalkan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti ilmu ukur, aljabar, arsitektur, kesehatan, filsafat dan masih banyak cabang ilmu yang lain lagi.
Masa Kejayaan Islam Pertama telah menjadi bukti sejarah bahwa dengan mengamalkan ajaran al-Quran umat Islam sendiri akan menikmati kemajuan peradaban dan kebudayaan diatas bumi ini. Di masa Kejayaan Islam Pertama, pimpinan Islam berada di tangan tokoh-tokoh yang setiap orangnya patuh sepenuhnya dan setia kepada Nabi Muhammad saw, baik secara keimanan, keyakinan, perbuatan, akhlak, pendidikan, kesucian jiwa, keluhuran budi maupun kesempurnaan.
Pimpinan Umat Islam sesudah wafatnya nabi Muhammad saw, Abubakar, Umar, Utsman dan Ali adalah merupakan pemimpin-pemimpin duniawi dengan jabatan Khalifah, yang menganggap kedudukan mereka itu sebagai pengabdian pada umat Islam, bukan sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan mutlak dan kemegahan. Dalam tiga abad pertama sejarah permulaaan Islam (650-1000M), bagian-bagian dunia yang dikuasai Islam adalah bagian-bagian yang paling maju dan memiliki peradaban yang tinggi. Negeri-negeri Islam penuh dengan kota-kota indah, penuh dengan mesjid-mesjid yang megah, dimana-mana terdapat perguruan tinggi dan Univesitas yang didalamnya tersimpan peradaban-peradaban dan hikmah-hikmah yang bernilai tiggi. Kecemerlangan Islam Timur merupakan hal yang kontras dengan dunia Nasrani Barat, yang tenggelam dalam masa kegelapan zaman.


2. Pembahasan

a. Kejayaan Islam masa Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah adalah suatu dinasti (Bani Abbas) yang menguasai daulat (negara) Islamiah pada masa klasik dan pertengahan Islam. Daulat Islamiah ketika berada di bawah kekuasaan dinasti ini disebut juga dengan Daulat Abbasiyah. Daulat Abbasiyah adalah daulat (negara) yang melanjutkan kekuasaan Daulat Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani Abbas), paman Nabi Muhammad saw. Pendiri dinasti ini adalah Abu Abbas as-Saffah, nama lengkapnya yaitu Abdullah as-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas.
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial , dan budaya.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan pola politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia Pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 234 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki Pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M, masa kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia Kedua.
4. Periode Keempat (447 H/1055 M/ - 590 H/1194 M), masa kekuasaan Dinasti Saljuk dalam pemerintahan Khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki Kedua.
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa Khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Dalam zaman Daulah Abbasiyah, masa meranumlah kesusasteraan dan ilmu pengetahuan, disalin ke dalam bahasa Arab, ilmu-ilmu purbakala. Lahirlah pada masa itu sekian banyak penyair, pujangga, ahli bahasa, ahli sejarah, ahli hukum, ahli tafsir, ahli hadits, ahli filsafat, thib, ahli bangunan dan sebagainya.
Zaman ini adalah zaman keemasan Islam, demikian Jarji Zaidan memulai lukisannya tentang Bani Abbasiyah. Dalam zaman ini, kedaulatan kaum muslimin telah sampai ke puncak kemuliaan, baik kekayaan, kemajuan, ataupun kekuasaan. Dalam zaman ini telah lahir berbagai ilmu Islam, dan berbagai ilmu penting telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Masa Daulah Abbasiyah adalah masa di mana umat Islam mengembangkan ilmu pengetahuan, suatu kehausan akan ilmu pengetahuan yang belum pernah ada dalam sejarah.
Kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan merefleksikan terciptanya beberapa karya ilmiah seperti terlihat pada alam pemikiran Islam pada abad ke-8 M. yaitu gerakan penerjemahan buku peninggalan kebudayaan Yunani dan Persia.
Permulaan yang disebut serius dari penerjemahan tersebut adalah sejak abad ke-8 M, pada masa pemerintahan Al-Makmun (813 –833 M) yang membangun sebuah lembaga khusus untuk tujuan itu, “The House of Wisdom / Bay al-Hikmah”. Dr. Mx Meyerhof yang dikutip oleh Oemar Amin Hoesin mengungkapkan tentang kejayaan Islam ini sebagai berikut: “Kedokteran Islam dan ilmu pengetahuan umumnya, menyinari matahari Hellenisme hingga pudar cahayanya. Kemudian ilmu Islam menjadi bulan di malam gelap gulita Eropa, mengantarkan Eropa ke jalan renaissance. Karena itulah Islam menjadi biang gerak besar, yang dipunyai Eropa sekarang. Dengan demikian, pantas kita menyatakan, Islam harus tetap bersama kita.” (Oemar Amin Hoesin)
Adapun kebijaksanaan para penguasa Daulah Abbasiyah periode 1 dalam menjalankan tugasnya lebih mengutamakan kepada pembangunan wilayah seperti: Khalifah tetap keturunan Arab, sedangkan menteri, gubernur, dan panglima perang diangkat dari keturunan bangsa Persia. Kota Bagdad sebagai ibukota, dijadikan kota internasional untuk segala kegiatan ekonomi dan sosial serta politik segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya, ada bangsa Arab, Turki, Persia, Romawi, Hindi dan sebagainya.
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu hal yang sangat mulia dan berharga. Para khalifah dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada umumnya khalifah adalah para ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana dan memuliakan pujangga.
Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan pikiran dibebaskan benar-benar dari belenggu taklid, hal mana menyebabkan orang sangat leluasa mengeluarkan pendapat dalam segala bidang, termasuk bidang aqidah, falsafah, ibadah dan sebagainya.
Para menteri keturunan Persia diberi hak penuh untuk menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadun/peradaban Islam. Mereka sangat mencintai ilmu dan mengorbankan kekayaannya untuk memajukan kecerdasan rakyat dan meningkatkan ilmu pengetahuan, sehingga karena banyaknya keturunan Malawy yang memberikan tenaga dan jasanya untuk kemajuan Islam.
b. Latar Belakang dan Faktor-faktor yang Memunculkan “Revolusi Abbasiyah”
Menjelang akhir daulah Umawiyah (akhir abad pertama Hijriyah) terjadilah bermacam-macam kekacauan dalam segala cabang kehidupan negara; terjadi kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para khalifah dan para pembesar negara lainnya, terjadilah pelanggaran-pelanggaranterhadap ajaran-ajaran Islam.
Di antara kesalahan-kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan yang diperbuat, yaitu:
- Politik kepegawaian negara didasarkan pada klik, golongan, suku, kaum dan kawan (nepotisme)
- Penindasan yang terus-menerus terhadap pengikut-pengikut Imam Ali bin Abi Thalib RA pada khususnya dan terhadap Bani Hasyim (Hasyimiah) pada umumnya.
- Menganggap rendah terhadap kaum muslimin yang bukan bangsa Arab, sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
- Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara yang terang-terangan.
Prof. Dr. Hamka melukiskan keadaan tersebut “Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, waktu itulah mulai disusun dengan diam-diam propaganda untuk menegakkan Bani Abbas. Keadaan dan cara Umar bin Abdul Aziz memerintah telah menyebabkan suburnya propaganda untuk Daulat yang akan berdiri itu. Sebab sejak zaman Muawiyah Daulat Bani Umayyah itu didirikan dengan kekerasan. Siasat yang keras dan licik, yang pada zaman sekarang dalam ilmu politik disebut “Machiavellisme”, artinya mempergunakan segala kesempatan, sekalipun kesempatan yang jahat untuk memperbesar kekuasaan. Umpamanya memburuk-burukkan dan menyumpah Ali bin Abi Thalib RA dalam tiap khutbah Jum’at; itu sudah terang tidak dapat diterima umat dengan rela hati.”
Selanjutnya Dr. Badri Yatim. MA. mengungkapkan dalam bukunya
c. Kegemilangan Iptek di Masa Khilafah Abasiyyah
Kekhilafahan Abbasiyah tercatat dalam sejarah Islam dari tahun 750-1517 M/132-923 H. Diawali oleh khalifah Abu al-’Abbas as-Saffah (750-754) dan diakhiri Khalifah al-Mutawakkil Alailah III (1508-1517). Dengan rentang waku yang cukup panjang, sekitar 767 tahun, kekhilafahan ini mampu menunjukkan pada dunia ketinggian peradaban Islam dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di dunia Islam.
Di era ini, telah lahir ilmuwan-ilmuwan Islam dengan berbagai penemuannya yang mengguncang dunia. Sebut saja, al-Khawarizmi (780-850) yang menemukan angka nol dan namanya diabadikan dalam cabang ilmu matematika, Algoritma (logaritma). Ada Ibnu Sina (980-1037) yang membuat termometer udara untuk mengukur suhu udara. Bahkan namanya tekenal di Barat sebagai Avicena, pakar Medis Islam legendaris dengan karya ilmiahnya Qanun (Canon) yang menjadi referensi ilmu kedokteran para pelajar Barat. Tak ketinggalan al-Biruni (973-1048) yang melakukan pengamatan terhadap tanaman sehingga diperoleh kesimpulan kalau bunga memiliki 3, 4, 5, atau 18 daun bunga dan tidak pernah 7 atau 9.
Pada abad ke-8 dan 9 M, negeri Irak dihuni oleh 30 juta penduduk yang 80% nya merupakan petani. Hebatnya, mereka sudah pakai sistem irigasi modern dari sungai Eufrat dan Tigris. Hasilnya, di negeri-negeri Islam rasio hasil panen gandum dibandingkan dengan benih yang disebar mencapai 10:1 sementara di Eropa pada waktu yang sama hanya dapat 2,5:1.
Kecanggihan teknologi masa ini juga terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid Agung Cordoba; Blue Mosque di Konstantinopel; atau menara spiral di Samara yang dibangun oleh khalifah al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.
Kekhilafahan Abbasiyah dengan kegemilangan ipteknya kini hanya tercatat dalam buku usang sejarah Islam. Tapi jangan khawatir, someday Islam akan kembali jaya dan tugas kita semua untuk mewujudkannya.
Dinasti Abbasiyiah membawa Islam ke puncak kejayaan. Saat itu, dua pertiga bagian dunia dikuasai oleh kekhalifahan Islam. Tradisi keilmuan berkembang pesat.
Masa kejayaan Islam, terutama dalam bidang ilmu pengetahun dan teknologi, kata Ketua Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, Dr Muhammad Lutfi, terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dia adalah khalifah dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 786.
Saat itu, kata Lutfi, banyak lahir tokoh dunia yang kitabnya menjadi referensi ilmu pengetahuan modern. Salah satunya adalah bapak kedokteran Ibnu Sina atau yang dikenal saat ini di Barat dengan nama Avicenna.
Sebelum Islam datang, kata Luthfi, Eropa berada dalam Abad Kegelapan. Tak satu pun bidang ilmu yang maju, bahkan lebih percaya tahyul. Dalam bidang kedoteran, misalnya. Saat itu di Barat, jika ada orang gila, mereka akan menangkapnya kemudian menyayat kepalanya dengan salib. Di atas luka tersebut mereka akan menaburinya dengan garam. ”Jika orang tersebut berteriak kesakitan, orang Barat percaya bahwa itu adalah momen pertempuran orang gila itu dengan jin. Orang Barat percaya bahwa orang itu menjadi gila karena kerasukan setan,” jelas Luthfi.
Pada saat itu tentara Islam juga berhasil membuat senjata bernama ‘manzanik’, sejenis ketepel besar pelontar batu atau api. Ini membuktikan bahwa Islam mampu mengadopsi teknologi dari luar. Pada abad ke-14, tentara Salib akhirnya terusir dari Timur Tengah dan membangkitkan kebanggaan bagi masyarakat Arab.
Lain lagi pada masa pemerintahan dinasti Usmaniyah — di Barat disebut Ottoman — yang kekuatan militernya berhasil memperluas kekuasaan hingga ke Eropa, yaitu Wina hingga ke selatan Spanyol dan Perancis. Kekuatan militer laut Usmaniyah sangat ditakuti Barat saat itu, apalagi mereka menguasai Laut Tengah.
Kejatuhan Islam ke tangan Barat dimulai pada awal abad ke-18. Umat Islam mulai merasa tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi setelah masuknya Napoleon Bonaparte ke Mesir. Saat itu Napoleon masuk dengan membawa mesin-mesin dan peralatan cetak, ditambah tenaga ahli.
Dinasti Abbasiyah jatuh setelah kota Baghdad yang menjadi pusat pemerintahannya diserang oleh bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Di sisi lain, tradisi keilmuan itu kurang berkembang pada kekhalifahan Usmaniyah.
Salah langkah diambil saat mereka mendukung Jerman dalam perang dunia pertama. Ketika Jerman kalah, secara otomatis Turki menjadi negara yang kalah perang sehingga akhirnya wilayah mereka dirampas Inggris dan Perancis.
Tanggal 3 Maret 1924, khilafah Islamiyah resmi dihapus dari konstitusi Turki. Sejak saat itu tidak ada lagi negara yang secara konsisten menganut khilafah Islamiyah. Terjadi gerakan sekularisasi yang dipelopori oleh Kemal At-Taturk, seorang Zionis Turki.
Kini 82 tahun berlalu, umat Muslim tercerai berai. Akankah Islam kembali mengalami zaman keemasan seperti yang terjadi di 700 tahun awal pemerintahannya?
Ketua MUI, KH Akhmad Kholil Ridwan menyatakan optimismenya bahwa Islam akan kembali berjaya di muka bumi. Ridwan menyebut saat ini merupakan momen kebangkitan Islam kembali. ”Seperti janji Allah, 700 tahun pertama Islam berjaya, 700 tahun berikutnya Islam jatuh dan sekarang tengah mengalami periode 700 tahun ketiga menuju kembalinya kebangkitan Islam,” ujarnya.
Meskipun saat ini umat Islam banyak ditekan, ujar Ridwan, semua upaya ini justru semakin memperkuat eksistensi Islam. Ini sesuai janji Allah yang menyatakan bahwa meskipun begitu hebatnya musuh menindas Islam namun hal ini bukannya akan melemahkan umat Islam. ”Ibaratnya paku, semakin ditekan, Islam akan semakin menancap dengan kuat,”ujarnya.
Sementara itu, Luthfi menyatakan sistem khilafah Islamiyah masih relevan diterapkan pada zaman sekarang ini asal dimodifikasi. Ia mencontohkan konsep pemerintahan yang dianut Iran yang menjadi modifikasi antara teokrasi (kekuasaan yang berpusat pada Tuhan) dan demokrasi (yang berpusat pada masyarakat).
Di Iran, kekuasaan tertinggi tidak dipegang parlemen atau presiden, melainkan oleh Ayatullah atau Imam, yang juga memiliki Dewan Ahli dan Dewan Pengawas. Sistem pemerintahan Iran ini, menurut Luthfi, merupakan tandingan sistem pemerintahan Barat. ”Tak heran kalau Amerika Serikat sangat takut dengan Iran karena mereka bisa menjadi tonggak peradaban baru Islam.”
Konsep khilafah Islamiyah, kata Luthfi, mengharuskan hanya ada satu pemerintahan Islami di dunia dan tidak terpecah-belah berdasarkan negara atau etnis. ”Untuk mewujudkannya lagi saat ini, sangat sulit,” kata dia.
Sementara Kholil Ridwan menjelaskan ada tiga upaya konkret yang bisa dilakukan umat untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa lampau. Yang pertama adalah merapatkan barisan. Allah berfirman dalam QS Ali Imran ayat 103 yang isinya “Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.”
Upaya lainnya adalah kembali kepada tradisi keilmuan dalam agama Islam. Dalam Islam, jelasnya, ada dua jenis ilmu, yaitu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Yang masuk golongan ilmu fardhu ‘ain adalah Al-Quran, hadis, fikih, tauhid, akhlaq, syariah, dan cabang-cabangnya. Sedangkan yang masuk ilmu fardhu kifayah adalah kedokteran, matematika, psikologi, dan cabang sains lainnya.
Sementara upaya ketiga adalah dengan mewujudkan sistem yang berdasarkan syariah Islam.
d. Runtuhnya sebuah kejayaan
Jatuh itu memang menyakitkan. Apalagi ketika kita udah berada jauh di puncak kesuksesan. Setelah berhasil membangun kejayaan selama 14 abad lebih, akhirnya peradaban Islam jatuh tersungkur. Inilah kisah tragis yang dialami peradaban Islam. Bukan tanpa sebab tentunya. Serangan pemikiran dan militer dari Barat bertubi-tubi menguncang Islam. Akibatnya, kaum muslimin mulai goyah. Puncaknya, adalah tergusurnya Khilafah Islamiyah di Turki dari pentas perpolitikan dunia.
Saat itu, Inggris menetapkan syarat bagi Turki, bahwa Inggris tak akan menarik dirinya dari bumi Turki, kecuali setelah Turki menjalankan syarat-syarat berikut: Pertama, Turki harus menghancurkan Khilafah Islamiyah, mengusir Khalifah dari Turki, dan menyita harta bendanya. Kedua, Turki harus berjanji untuk menumpas setiap gerakan yang akan mendukung Khilafah. Ketiga, Turki harus memutuskan hubungannya dengan Islam. Keempat, Turki harus memilih konstitusi sekuler, sebagai pengganti dari konstitusi yang bersumber dari hukum-hukum Islam. Mustafa Kamal Ataturk kemudian menjalankan syarat-syarat tersebut, dan negara-negara penjajah pun akhirnya menarik diri dari wilayah Turki (Jalal al-Alam dalam kitabnya Dammirul Islam Wa Abiiduu Ahlahu, hlm. 48)
Cerzon (Menlu Inggris saat itu) menyampaikan pidato di depan parlemen Inggris, “Sesungguhnya kita telah menghancurkan Turki, sehingga Turki tidak akan dapat bangun lagi setelah itu… Sebab kita telah menghancurkan kekuatannya yang terwujud dalam dua hal, yaitu Islam dan Khilafah.”
Jadi terakhir kaum muslimin hidup dalam naungan Islam adalah di tahun 1924, tepatnya tanggal 3 Maret tatkala Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki alias Konstantinopel diruntuhkan oleh kaki tangan Inggris keturunan Yahudi, Musthafa Kemal Attaturk. Nah, dialah yang mengeluarkan perintah untuk mengusir Khalifah Abdul Majid bin Abdul Aziz, Khalifah (pemimpin) terakhir kaum muslimin ke Swiss, dengan cuma berbekal koper pakaian dan secuil uang. Sebelumnya Kemal mengumumkan bahwa Majelis Nasional Turki telah menyetujui penghapusan Khilafah. Sejak saat itulah sampai sekarang kita nggak punya lagi pemerintahan Islam.
Akibatnya, umat Islam terkotak-kotak di berbagai negeri berdasarkan letak geografis yang beraneka ragam, yang sebagian besarnya berada di bawah kekuasaan musuh yang kafir: Inggris, Perancis, Italia, Belanda, dan Rusia. Di setiap negeri tersebut, kaum kafir telah mengangkat penguasa yang bersedia tunduk kepada mereka dari kalangan penduduk pribumi. Para penguasa ini adalah orang-orang yang mentaati perintah kaum kafir tersebut, dan mampu menjaga stabilitas negerinya.
Kaum kafir segera mengganti undang-undang dan peraturan Islam yang diterapkan di tengah-tengah rakyat dengan undang-undang dan peraturan kafir milik mereka. Kaum kafir segera mengubah kurikulum pendidikan untuk mencetak generasi-generasi baru yang mempercayai persepsi kehidupan menurut Barat, serta memusuhi akidah dan syariat Islam. Khilafah Islamiyah dihancurkan secara total, dan aktivitas untuk mengembalikan serta mendakwahkannya dianggap sebagai tindakan kriminal yang dapat dijatuhi sanksi oleh undang-undang.
Harta kekayaan dan potensi alam milik kaum muslimin telah dirampok oleh penjajah kafir, yang telah mengeksploitasi kekayaan tersebut dengan cara yang seburuk-buruknya, dan telah menghinakan kaum muslimin dengan sehina-hinanya (Syaikh Abdurrahman Abdul Khalik, dalam kitabnya al-Muslimun Wal Amal as-Siyasi, hlm. 13)
Beginilah kita sekarang sobat. Tapi jangan bersedih, sebab kita akan kembali mengagungkan kejayaan Islam itu. Yakinlah, kita masih bisa merebutnya, meski dengan nyawa sebagai tebusannya. Kita lahir ke dunia ini dengan berlumur darah, maka kenapa musti takut mati dengan berlumur darah. Syahid di medan tempur.
e. Pandangan Islam terhadap IPTEK
Ahmad Y Samantho dalam makalahnya di ICAS Jakarta (2004) mengatakan bahwa kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur.
Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa negara maju.
Ironis bahwa Indonesia yang sangat kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi, justru mengalami krisis dan kelangkaan BBM. Ironis bahwa di tengah keberlimpahan hasil produksi gunung emas-perak dan tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di Indonesia, kita justru mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan, busung lapar, dan berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan kita yang Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa kita menjadi negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia?
Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah swt. Serta melawan pengaruh buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis (mempertuhankan kenikmatan hawa nafsu).
Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah swt dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya.
Islam, sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah swt dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Quran yang mementingkan proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah. Yang paling terkenal adalah ayat:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imron [3] : 190-191)
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58]: 11 )
Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda) ke-Mahakuasa-an dan Keagungan Allah swt. Ayat tanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitab-kitab suci dan ajaran para Rasul Allah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Quran), maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam), keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati (qalbu + akal) akan semakin mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan segala eksistensi). Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif.

 

 

 

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Rasulullah Dan Setelah Beliau Wafat


Ilmu pengetahuan dalam dunia Islam dimulai sejak diutusnya Rasulullah untuk menyampaikan risalah dan ajaran Islam kepada umat manusia. Seiring berjalannya waktu, para sahabat dan tabi’in mulai muncul dan dikenal masyarakat luas karena keilmuannya. Terlebih lagi ketika munculnya dinasti Umayyah dan Abbasiyah begitu pesatnya ilmu pengetahuan yang berkembangsaat itu, hingga banyak sekali ilmuan dan tokoh muslim yang menghasilkan produk-produk pemikiran yang brilian.Berikut ini akan dijabarkan secara singkat perkembangan ilmu pengetahuan sejak diutusnya Rasulullah sebagai sang penyampai risalah, hingga dinasti Abbasiyah yang telah menelurkan begitu banyak pemikir dan ilmuan muslim.

A.    Ilmu Pengetahuan Pada Masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin

Pada masa Rasulullah, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang dibidang ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin), dan ilmu akhlak (moral). Akan tetapi ilmu – ilmu lainnya tetap berkembang walaupun tidak sepesat ilmu agama dan akhlak. Saat itu pun mulai terjadi proses pengkajianilmu yang lebih sistematis, diantaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang dikembangkan oleh para sahabat Rasulullah. Jika kita flashback pada waktu sebelum Islam diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum jahiliyah. Hal ini disebabkan karena bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian yang lain. Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair  jahili yang disebarkan secara hafalan (Bernard Lewis, 1996: 25 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)). Dengan kenyataan itu, maka diutuslah nabi Muhammad SAW dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Demikian pula dalam masalah ilmu pengetahuan, perhatian Rasul sangat besar. Rasulullah SAW memberi contoh revolusioner bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu. Diantara gerakan yang dilakukan Rasulullah SAW adalah dengan menggiatkan budaya membaca, yang merupakan pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu tindakan awal yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan. Membaca merupakan pintu bagi pengembangan ilmu.Rasulullah SAW juga memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Dengan cara ini dapat menjaga kemurniandan juga media memahami ayat-ayat al-Qur’an. Disamping dengan hafalan, juga membuat tradisi menulis/ mencatat wahyu pada kulit, tulang, pelepahkurma dan lain-lain.(Sunanto, 2003:14-16 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Dengan bimbingan Nabi Muhammad SAW, telah mendorong semangat belajar membaca, menulis dan menghafal sehingga umat Islam menjadi umat yang memasyarakatkan kepandaian tulis-baca. Dengan semangat itulah, maka terbangun jiwa umat Islam untuk tidak hanya beriman tetapi juga berilmu, sehingga nantinya lahir sarjana-sarjana Islam yang ahli dibidangnya masing-masing. Dengan demikian dapat dimengerti , salah satu aspek dari peradaban adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau pada masa Nabi danKhulafau ar-Rasyidin perhatian terpusat pada usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak,ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an, maka perhatian sesudah itu disesuaikan dengan kebutuahn zaman, tertuju pada ilmu-ilmu yang diperoleh dari bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam.(Sunanto,2003:38 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam, mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan peradaban Islam masa setelahnya. Kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuandan kesenian. Ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam, terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan. (Munthoha, 1998:14 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Pertumbuhan ilmu pengetahuan telah terjadi sejak Rasulullah mendakwahkan agama islam, wahyu pertamanya yaitu surat Al – alaq ayat 1-5 bercerita tentang dasar – dasar ilmu pengetahuan, didalam wahyu tersebut terdapat perintah untuk membaca, Allah pun menegaskan bahwa hakikat ilmu datangnya dari Allah dan awalnya manusia tidak mengetahui apa – apa. Kata Iqra’ pada ayat ke-1 surat Al- alaq memiliki makna yang beragam, seperti menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu,membaca baik teks maupun bukan teks.
Selanjutnya pada zaman khulafaurrasyidin, pada masa ini sering disebut dengan masa klasik awal (650 – 690 M). Pada masa klasik awal ini,merupakan peletakan dasar-dasar peradaban Islam yang berjalan selama 40 tahun. Seperti yang telah dijelaskan diawal, bahwa diantara kemajuan yang dicapai dibidang ilmu pengetahuan dan sains pada masa ini adalah terpusat pada usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Akan tetapi yang perlu dicatat bahwa, pada masa initelah ditanamkan budaya tulis dan baca. Dengan budaya baca tulis maka lahirlah orang pandai dari para sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatabyang mempunyai keahlian dibidang hukum dan jenius pada ilmu pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keahlian dibidanghukum dan tafsir.Diantara ahli tafsir dimasa itu adalah khalifah yang empat (AbuBakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay IbnuKa’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnyatentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.Ibnu Abbas adalah anak paman Rasulullah SAW, sekaligus muriddari Rasulullah. Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur’an. Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur’an. Diamempunyai biografi yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur’an.

B.     Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Bani Umayyah

Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 diJazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 diKordoba ,Spanyol. Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah I. Masa ini sebagai masa perkembangan peradaban Islam, yang meliputi tiga benua yaitu, Asia, Afrika, dan Eropa. Masa ini berlangsung selama 90 tahun (661 – 750 M) dan berpusat di Damaskus. Pada masa ini perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar. Penyusunan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan pembidangan ilmu pengetahuan (Sunanto,2003 : 42 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) sebagai berikut;
1. Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
2. Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lain.
4. Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq,kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu lain yang berhubungan dengan ilmu itu.
Penggolongan ilmu tersebut dimaksudkan untuk mengklasifikasikan ilmu sesuai dengan karakteristiknya, kesemuanya saling bahu-membahu satu dengan yang lainnya, karena satu ilmu tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga ilmu pengetahuan sudah menjadi satu keahlian, masuk kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan sitematika dan penyusunan. Akan tetapi, golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non-Arab yang disebut Mawali. Sedangkan bangsa Arab disibukkan dalam pimpinan pemerintahan. Maka dapat kita ketahui tokoh-tokoh ilmu nahwu seperti Sibawaihi, Al-Farisy dan Al-Zujaj yang kesemuanya mawali. Demikian juga tokoh Hadits, seperti Al-Zuhry, AbuZubair Muhammad bin Muslim bin Idris, Bukhary dan Muslim.(Supriyadi,2008 :109 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Hal itu dapat dikatakan bahwa peradaban Islam pada masa itusudah bersifat internasional. Penduduknya meliputi puluhan bangsa,menganut bermacam-macam agama, yang kesemuanya disatukan dengan bahasa Arab.

C.    Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah

Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa diBagdad (sekarang ibu kotaIrak ). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan Bani Umayyah dari semua kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari paman  Nabi Muhammad yang termuda,Abbas. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara Turkiyang mereka bentuk,Mamluk . Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khanyang menghancurkan Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Bagdad. ( Http://id.wikipedia.org/wiki/bani_abbasiyah, dikutip tanggal 1 Desember 2009 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)).
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Islam mencapai puncak kejayaan (ke-emasan) yang ditandai dengan masa ekspansi kedaerah-daerah yang sangat luas,integrasi dan kemajuan dibidang ilmu dan sains. Ilmu pengetahuan dipandang sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan para pembesar pemerintahan membuka kesempatan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya ilmu pengetahuan daulah Islamiyah pada masa ini lebih tinggi kemajuannya dibanding masa sebelumnya. Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifahJa’far al-Mansur, setelah mendirikan kota Baghdad dan menjadikannya sebagai ibu kota negara, Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama,seperti fiqh, tauhid, hadits, tafsir dan ilmu lain seperti bahasa dan sejarah. Adapun ahli tafsir yang termasyhur saat itu diantaranya ibnu Jarir Ath Thabari dengan model tafsir bil ma’tsur sebanyak 30 juz, dan Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany dengan model tafsir bir Ra’yi sebanyak 14 jilid. (as-Shiddiqie,2000 : 245 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009))
Pada masa itu juga lahir para fuqaha (ahli fiqh) yang hingga sekarangmasih dianut oleh masyarakat Islam, (Ensiklopedi Islam, 2002 : 134 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) yaitu;
a.   Imam Abu Hanifah, yaitu Nu’man bin Tsabit bin Zauthi,dilahirkan di Kufah tahun 80 H. Diantara kitab madzab Imam Abu Hanifah, Fiqhul Akbar, Musnad Abu Hanifah, Washiyyatuhu Ii Binihi, danWashiyyatuhu Ii Ashhabihi.
b.      Imam Malik, yaitu Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir, lahir di Madinah tahun 93 H. Kitab-kitab madzab Imam Malik diantaranya, Al-Muwatta’, Risalah Fil Wa’dhi, Kitabul Masail.
c.   Imam Syafi’i, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Idris binAbbas bin Usman bin Syafi’i. Lahir 150 H di  Ghaza provinsi Askalan,Palestina dan pernah berguru pada Imam Malik. Diantara kitab-kitabmadzab Imam Syafi’i adalah Kitabul Um, As-Sunnah al-Ma’tsur, Ushul  Fiqh, dan Musnad Asy-Syafi’i.
d.    Imam Ahmad, yaitu Ahmad bin Hambal bin Hilal az-Zahly asy-Syaibany. Lahir tahun 164 H. Kitab-kitab madzab Imam Ahmad binHambal antara lain, al-Musnad fil Hadits, Kitab as-Sunnah, kitab Zuhud.
             Pada perkembangannya, Ke-empat ahli fiqh tersebut disebut sebagaiImam Madzab Empat (al-Mazahib al-Arba’ah) atau madzab fiqh sebagaialiran pemikiran tentang hukum Islam yang penetapannya merujuk kepadaAl-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
     
      Sumber : Muh. Asroruddin A. J (2009). http://id.scribd.com/doc/28593682/Makalah-Sejarah-Peradaban-Islam-Sumbangan-Islam-Terhadap-Sains-Dan-Peradaban-Dunia. (diakses tanggal 11 November 2012).
Ilmu pengetahuan dalam dunia Islam dimulai sejak diutusnya Rasulullah untuk menyampaikan risalah dan ajaran Islam kepada umat manusia. Seiring berjalannya waktu, para sahabat dan tabi’in mulai muncul dan dikenal masyarakat luas karena keilmuannya. Terlebih lagi ketika munculnya dinasti Umayyah dan Abbasiyah begitu pesatnya ilmu pengetahuan yang berkembangsaat itu, hingga banyak sekali ilmuan dan tokoh muslim yang menghasilkan produk-produk pemikiran yang brilian.Berikut ini akan dijabarkan secara singkat perkembangan ilmu pengetahuan sejak diutusnya Rasulullah sebagai sang penyampai risalah, hingga dinasti Abbasiyah yang telah menelurkan begitu banyak pemikir dan ilmuan muslim.
A.    Ilmu Pengetahuan Pada Masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin
Pada masa Rasulullah, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang dibidang ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin), dan ilmu akhlak (moral). Akan tetapi ilmu – ilmu lainnya tetap berkembang walaupun tidak sepesat ilmu agama dan akhlak. Saat itu pun mulai terjadi proses pengkajianilmu yang lebih sistematis, diantaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang dikembangkan oleh para sahabat Rasulullah. Jika kita flashback pada waktu sebelum Islam diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum jahiliyah. Hal ini disebabkan karena bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian yang lain. Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair  jahili yang disebarkan secara hafalan (Bernard Lewis, 1996: 25 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)). Dengan kenyataan itu, maka diutuslah nabi Muhammad SAW dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Demikian pula dalam masalah ilmu pengetahuan, perhatian Rasul sangat besar. Rasulullah SAW memberi contoh revolusioner bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu. Diantara gerakan yang dilakukan Rasulullah SAW adalah dengan menggiatkan budaya membaca, yang merupakan pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu tindakan awal yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan. Membaca merupakan pintu bagi pengembangan ilmu.Rasulullah SAW juga memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Dengan cara ini dapat menjaga kemurniandan juga media memahami ayat-ayat al-Qur’an. Disamping dengan hafalan, juga membuat tradisi menulis/ mencatat wahyu pada kulit, tulang, pelepahkurma dan lain-lain.(Sunanto, 2003:14-16 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Dengan bimbingan Nabi Muhammad SAW, telah mendorong semangat belajar membaca, menulis dan menghafal sehingga umat Islam menjadi umat yang memasyarakatkan kepandaian tulis-baca. Dengan semangat itulah, maka terbangun jiwa umat Islam untuk tidak hanya beriman tetapi juga berilmu, sehingga nantinya lahir sarjana-sarjana Islam yang ahli dibidangnya masing-masing. Dengan demikian dapat dimengerti , salah satu aspek dari peradaban adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau pada masa Nabi danKhulafau ar-Rasyidin perhatian terpusat pada usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak,ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an, maka perhatian sesudah itu disesuaikan dengan kebutuahn zaman, tertuju pada ilmu-ilmu yang diperoleh dari bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam.(Sunanto,2003:38 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam, mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan peradaban Islam masa setelahnya. Kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuandan kesenian. Ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam, terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan. (Munthoha, 1998:14 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Pertumbuhan ilmu pengetahuan telah terjadi sejak Rasulullah mendakwahkan agama islam, wahyu pertamanya yaitu surat Al – alaq ayat 1-5 bercerita tentang dasar – dasar ilmu pengetahuan, didalam wahyu tersebut terdapat perintah untuk membaca, Allah pun menegaskan bahwa hakikat ilmu datangnya dari Allah dan awalnya manusia tidak mengetahui apa – apa. Kata Iqra’ pada ayat ke-1 surat Al- alaq memiliki makna yang beragam, seperti menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu,membaca baik teks maupun bukan teks.
Selanjutnya pada zaman khulafaurrasyidin, pada masa ini sering disebut dengan masa klasik awal (650 – 690 M). Pada masa klasik awal ini,merupakan peletakan dasar-dasar peradaban Islam yang berjalan selama 40 tahun. Seperti yang telah dijelaskan diawal, bahwa diantara kemajuan yang dicapai dibidang ilmu pengetahuan dan sains pada masa ini adalah terpusat pada usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Akan tetapi yang perlu dicatat bahwa, pada masa initelah ditanamkan budaya tulis dan baca. Dengan budaya baca tulis maka lahirlah orang pandai dari para sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatabyang mempunyai keahlian dibidang hukum dan jenius pada ilmu pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keahlian dibidanghukum dan tafsir.Diantara ahli tafsir dimasa itu adalah khalifah yang empat (AbuBakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay IbnuKa’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnyatentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.Ibnu Abbas adalah anak paman Rasulullah SAW, sekaligus muriddari Rasulullah. Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur’an. Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur’an. Diamempunyai biografi yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur’an.
B.     Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Bani Umayyah
Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 diJazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 diKordoba ,Spanyol. Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah I. Masa ini sebagai masa perkembangan peradaban Islam, yang meliputi tiga benua yaitu, Asia, Afrika, dan Eropa. Masa ini berlangsung selama 90 tahun (661 – 750 M) dan berpusat di Damaskus. Pada masa ini perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar. Penyusunan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan pembidangan ilmu pengetahuan (Sunanto,2003 : 42 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) sebagai berikut;
1. Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
2. Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lain.
4. Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq,kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu lain yang berhubungan dengan ilmu itu.
Penggolongan ilmu tersebut dimaksudkan untuk mengklasifikasikan ilmu sesuai dengan karakteristiknya, kesemuanya saling bahu-membahu satu dengan yang lainnya, karena satu ilmu tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga ilmu pengetahuan sudah menjadi satu keahlian, masuk kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan sitematika dan penyusunan. Akan tetapi, golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non-Arab yang disebut Mawali. Sedangkan bangsa Arab disibukkan dalam pimpinan pemerintahan. Maka dapat kita ketahui tokoh-tokoh ilmu nahwu seperti Sibawaihi, Al-Farisy dan Al-Zujaj yang kesemuanya mawali. Demikian juga tokoh Hadits, seperti Al-Zuhry, AbuZubair Muhammad bin Muslim bin Idris, Bukhary dan Muslim.(Supriyadi,2008 :109 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) Hal itu dapat dikatakan bahwa peradaban Islam pada masa itusudah bersifat internasional. Penduduknya meliputi puluhan bangsa,menganut bermacam-macam agama, yang kesemuanya disatukan dengan bahasa Arab.
C.    Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa diBagdad (sekarang ibu kotaIrak ). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan Bani Umayyah dari semua kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari paman  Nabi Muhammad yang termuda,Abbas. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara Turkiyang mereka bentuk,Mamluk . Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khanyang menghancurkan Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Bagdad. ( Http://id.wikipedia.org/wiki/bani_abbasiyah, dikutip tanggal 1 Desember 2009 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)).
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Islam mencapai puncak kejayaan (ke-emasan) yang ditandai dengan masa ekspansi kedaerah-daerah yang sangat luas,integrasi dan kemajuan dibidang ilmu dan sains. Ilmu pengetahuan dipandang sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan para pembesar pemerintahan membuka kesempatan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya ilmu pengetahuan daulah Islamiyah pada masa ini lebih tinggi kemajuannya dibanding masa sebelumnya. Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifahJa’far al-Mansur, setelah mendirikan kota Baghdad dan menjadikannya sebagai ibu kota negara, Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama,seperti fiqh, tauhid, hadits, tafsir dan ilmu lain seperti bahasa dan sejarah. Adapun ahli tafsir yang termasyhur saat itu diantaranya ibnu Jarir Ath Thabari dengan model tafsir bil ma’tsur sebanyak 30 juz, dan Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany dengan model tafsir bir Ra’yi sebanyak 14 jilid. (as-Shiddiqie,2000 : 245 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009))
Pada masa itu juga lahir para fuqaha (ahli fiqh) yang hingga sekarangmasih dianut oleh masyarakat Islam, (Ensiklopedi Islam, 2002 : 134 dalam Muh. Asroruddin A. J (2009)) yaitu;
a.   Imam Abu Hanifah, yaitu Nu’man bin Tsabit bin Zauthi,dilahirkan di Kufah tahun 80 H. Diantara kitab madzab Imam Abu Hanifah, Fiqhul Akbar, Musnad Abu Hanifah, Washiyyatuhu Ii Binihi, danWashiyyatuhu Ii Ashhabihi.
b.      Imam Malik, yaitu Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir, lahir di Madinah tahun 93 H. Kitab-kitab madzab Imam Malik diantaranya, Al-Muwatta’, Risalah Fil Wa’dhi, Kitabul Masail.
c.   Imam Syafi’i, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Idris binAbbas bin Usman bin Syafi’i. Lahir 150 H di  Ghaza provinsi Askalan,Palestina dan pernah berguru pada Imam Malik. Diantara kitab-kitabmadzab Imam Syafi’i adalah Kitabul Um, As-Sunnah al-Ma’tsur, Ushul  Fiqh, dan Musnad Asy-Syafi’i.
d.    Imam Ahmad, yaitu Ahmad bin Hambal bin Hilal az-Zahly asy-Syaibany. Lahir tahun 164 H. Kitab-kitab madzab Imam Ahmad binHambal antara lain, al-Musnad fil Hadits, Kitab as-Sunnah, kitab Zuhud.
             Pada perkembangannya, Ke-empat ahli fiqh tersebut disebut sebagaiImam Madzab Empat (al-Mazahib al-Arba’ah) atau madzab fiqh sebagaialiran pemikiran tentang hukum Islam yang penetapannya merujuk kepadaAl-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
http://jiyaad-sabiq.blogspot.com/2013/04/perkembangan-ilmu-pengetahuan-pada-masa.html















 MASA KHULAFAUR ROSYIDIN
Secara umum periode Khulafaur Rasyidin (pemimpin yang tercerahkan) dikenal sebagai periode yang sangat penting bagi kelangsungan hidup umat Islam. Penting karena pada periode ini terjadi perisiwa-peristiwa theologis dan politik yang sangat berpengaruh bagi eksistensi Islam. Dalam sisi theologis berkembang satu persepsi tentang berakhirnya masa kenabian Muhammad dan juga ajarannya, dengan demikian fungsi kenabian Muhammad tidak dapat digantikan oleh siapapun, sedangkan ajarannya dapat dikembangkan terus menerus sepanjang jaman, termasuk didalamnya adalah fungsi kepemimpinan politiknya.
Zaman Khulafaur Rosyidin terdiri dari 4 Khalifah yaitu :
Abu Bakar Ash Shidiq
Naiknya Abu Bakar ke puncak pimpinan politik umat Islam diwarnai dengan kedukaan yang luar biasa, dengan meninggalnya Rasulullah. Oleh sebab itu proses politik terpilihnya Abu Bakar tidak banyak diketahui, dan ini kemudian menimbulkan ketidakpuasan Politik di-kalangan umat Islam, namun ketidak puasan tersebut tidak banyak menimbulkan permasalah-an. Permasalahan yang berkembang pada masa kepemimpinan Abu Bakar adalah :
1. Politik
Adanya konflik-konflik politik antara umat Islam, yang kemudian melahirkan sekte-sekte politik dikalangan umat.
  • Sekte-sekte politik tersebut kemudian diikuti tindakan pengingkaran sebagian umat Islam yang menolak kepemimpinan Abu Bakar terseubut diwujudkan dengan pe-nolakan mereka terhadap kewajiban Zakat.
  • Di samping memerangi mereka yang membangkang, Abu Bakar juga mengirim pasukan untuk menaklukan negara lain seperti Syiria, Parsi dan Mesir.
2. Theologis dan Hukum
  • Penolakan terhadap kewajiban Zakat melahirkan problem theologis dan hukum baru, yang intinya apakah mereka telah termasuk dalam spektrum Murtad dan wajib di-perangi atau tidak.
  • Berkembang sikap yang berlebihan dalam menyikapi peristiwa meninggalnya Rasul dengan menyatakan diri sebagai pengganti Kerasulullah Muhammad (Nabi Palsu).
  • Meluasnya wilayah geografis umat Islam, yang diikuti dengan bertambahnya jumlah umat, dengan latar belakang yang berbeda, melahirkan permasalahan hukum baru.
Peristiwa theologis dan hukum, terutama yang menyangkut penolakan kewajiban Zakat dan permakluman sebagai Nabi Palsu menyebabkan ketegangan politik. Ketegangan politik tersebut menyebabkan para Shahabat berketatapan untuk memberantas orang-orang yang me-nolak Zakat dan mengaku sebagai Nabi palsu, maka terjadilah pertempuran di Yamamah, yang menyebabkan umat Islam banyak yang menjadi Syuhada’ terutama para Hafidz. Peristiwa pertempuran Yamamah menyebabkan kekhawatiran umat terutama terhadap kelang-sungan dan keberadaan al Qur’an. Untuk mengatasi hal-hal yang mungkin lebih buruk, maka dilakukan proses pengumpulan naskah al Qur’an, atas usulan Umar bin Khattab.
Perluasan daerah yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah berusahan untuk menguasai Syiria dan Persia, untuk itu diutus 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sofyan (Damaskus), Abu Ubaidah bin Jarrah (di Hmos), Amru Bin Ash (Palestina) dan Surahbil bin Hasanah (Yordania), namun di tengah berkecamuknya perang melawan
Romawi tersebut, Kholifah Abu Bakar meninggal dunia (Th 13 H.)
Umar bin Khattab
Dalam salah satu do’anya, Rasulullah pernah memohon agar Allah menegakkan agama Islam dengan salah satu dari dua Umar. Permohonan tersebut, memberikan nuansa keter-gantungan kepada sosok Umar. Kenyataan menunjukkan bahwa Umar mempunyai kapasitas dan aksebilitas yang tinggi untuk membawa kemajuan Islam. Figur Umar menjadi jaminan keamanan dan kemantapan Islam, terutama pada awal perkembangannya, karena kebe-raniannya, kecerdasan dan ketegasan dalam memimpin umat Islam yang baru berkembang dan rawan perpecahan.
Prestasi monomental telah dihasilkan oleh Umar, terutama dalam memperbaiki kinerja birokrasi dalam hubungannya dengan rakyat’ dalam hal kepentingan politik dan perlakuan hukum. Prinsip egaliter sebagai salah satu nilai dasar ajaran Islam, menjadi kerangka dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah. Ber-dasarkan konsep-konsep tersebut, struktur dan nilai kehidupan yang dikembangkan adalah konsep hidup yang humanis dan demokratis. Tidaklah heran, jika dalam suatu kesempatan ia sempat diprotes oleh masyarakat karena perlakuan hukum/politik yang dianggap tidak adil.
Dalam aspek theologis, tidak banyak timbul permasalahan setelah kelompok orang yang menolak kewajiban Zakat dan Nabi Palsu di berantas pada masa Abu Bakar as Shidiq, akan tetapi timbul permasalahan baru dalam bidang theologis yaitu kemungkinan masuknya sistem theologi lain dalam ajaran sistem lain, mengingat semakin meluasnya wilayah Islam dengan latar belakang budaya nilai keagamaan yang berbeda. Sedangkan dalam aspek yang lain dapat di lihat pada paparan berikut.
1. Politik
  • Semakin mantapnya kehidupan politik yang demokratis yang ditandai dengan lancarnya komunikasi politik baik vertikal maupun horizontal.
  • Terjadinya perluas wilayah kekuasaan Islam, yang meliputi wilayah Jazirah Arab, Parsi, Syiria dan Mesir. Dengan demikian wilayah kerajaan Klasik yang mempunyai tradisi dan kebudayaan tinggi, menjadi sumber kebanggaan Islam.
  • Berkembangnya lembaga dan organisasi politik yang ternyata memberikan dampak positif bagi perkembangan politik umat, terutama dengan adanya Ahlul Halli wa al Aqdi (DPR).
  • Terjadinya pelembagaam organisasi kenegaraan (birokrasi) yang dapat mendukung kinerja kepemimpinan Umar bin Khattab.
  • Pembagian wilayah negara menjadi dua pemerintahan, yaitu : Pemerintahan pusat (Sentralisasi) yang dikepala oleh seorang Kholifah Dan pemerintahan daerah (Desentralisasi) yang dipimpin oleh seorang Wali atau Gubernur.
  • Pembentukan organisasi-organisasi kenegaraan, misalnya Baitul Mal (Badan Keuangan Negara), Badan pemeriksa keuangan dan Jizyah, Departemen kehakiman (Dewan Qodhi pusat dan daerah), Organisasi/Lembaga ketentaraan (Katib al Jund), Organisasi/Lembaga kepolisian (Katib al Syurthah)
2. Pemikiran Islam dan Hukum
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, Umar adalah seorang yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik, maka pada masa Umar perkembangan pemikiran dan Hukum Islam sangat baik. Di antara contoh tradisi berfikir tersebut adalah :
  • Berkembangnya tradisi berfikir rasional, yang kemudian disebut dengan Ijtihad. Metode berfikir bebas yang pertama kali berkembang tersebut adalah Ra’yi (pendapat pribadi) yang sering dikemukakan oleh Umar bin Khattab
  • Terjadinya rasionalisasi ajaran Islam, terutama pada pokok ajaran yang mengan-dung makna ideal dan moral (ajaran yang mengandung makna ideal). Ketentuan hukum dan nilai religiusitasnya tidak dipahami sebagaimana teks (bunyi) hukumnya atau ketetapan legalnya, melainkan lebih mengarah pada pemahaman gagasan dan ide yang terkandung di dalamnya, misalnya :
  1. Pembatalan hukuman potong bagi pencuri yang kelaparan dan yang mengambil hak dari tuan yang mempekerjakannya
  2. Pembatalan pembagian harta rampasan bagi pelaku peperangan dan mendaya gunakannya sebagai alat produksi dan pendapatan negara, setelah dibentuk organisasi ketentaraan dan mereka mendapat gaji dari negara.
  3. Umar bin Khattab meninggal ole Fairuz budak dari Mughiroh bin Syibah – budak tersebut amat dendam kepada Umar, karena Umar lah yang menyebabkan Persia hancur.

Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah salah satu Shahabat Rasulullah yang mempunyai kelebihan fi
nansial. Ia dikenal sebagai Shahabat yang memiliki kemampuan bisnis dengan memanfaat-kan peluang-peluang yang ada. Maka tidaklah berlebihan jika disebut sebagai seorang kong-lemerat Islam zaman Rasulullah. Utsman naik kepuncak kepemimpinan Islam bersamaan dengan makin besarnya interest dan konflik politik dikalangan umat Islam. Melihat hal ter-sebut, ketika Umar akan meninggal dunia, ia memberikan 6 figur yang dianggapnya repre-sentatif menggantikan dirinya seteleh dilakukan pemilihan nanti, di antaranya adalah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib. Jatuhlah pilihan tersebut pada Utsman bin Affan, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Umat Islam menganggap Utsman lebih Tua dan lunak dalam mengelola pemerintahan
2. Umat Islam trauma dengan cara Umar memerintah yang keras dan disiplin, dan nampak-nya sifat-sifat tersebut ada pada Ali bin Abi Thalib.
Secara umum, sedikit prestasi yang dapat kita temukan pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, apabila dibandingkan dengan masa pemerintahan Umar bin Khattab. Hal tersebut boleh jadi disebabkan oleh kondisi politik dan masa kekhalifaan Utsman bin Affan yang hanya sekitar 6 tahun. Walaupun demikian terdapat hal-hal yang menarik untuk dikemuka-kan sebagai hasil karya gemilang kekhalifaan Utsman bin Affan, yaitu :
1. Di lanjutkkannya proses pembukukan al Qur’an, setelah dilakukan gerakan pengumpulan naskahnya pada masa Abu Bakar Ash Shidiq, dalam satu musyhaf induk yang disebut dengan “Musyhaf Utsmani”. Musyhaf tersebut dicetak sebanyak 8 Examplar dan ke-mudian disebar ke kota-kota besar Islam. Program ini dilakukan dalam rangka :
  • Menyelematkan naskah dan sumber ajaran Islam dari kerusakan, pemalsuan dan prilaku negatif lainnya.
  • Menyatukan tulisan dan bacaan al Qur’an (yang diakui bacaannya sebanyak 7 bacaan), yang selama ini menjadi salah satu sumber konflik keagamaan umat Islam.
  • Menghapus seluruh naskah yang dimiliki oleh umat Islam dan hanya mengakui bacaan, bentuk dan tulisan dari musyhaf Utsmani.
2. Pembangunan kekuatan armada militer ummat Islam, dengan memanfaatkan Syiria sebagai pangkalan militer
3. Perluasan daerah meliputi Daerah Persia, Azerbeizan, Armenia, Asia Kecill, Pesisir laut Hitam, Cyprus dan Afrika Utara (Tunisia, Marokko dan Al Jajair).
3. Sedangkan perkembangan perpolitikan uamt, berkembang satu kecenderungan yang berbeda dengan praktek politik pada masa Rasulullah dan dua khalifah sebelumnya, yaitu teerjadinya budaya Nepotisme dan pemborosan uang negara. Nepotisme adalah pengangkatan orang dekat, keluarga dan suku mereka sendiri. Lebih lanjut, perubahan visi politik Utsman adalah sebagai berikut :
  • · Memberikan penghargaan yang lebih tinggi kepada pelaku politik yang berasal dari keluarga atau suku mereka. Konsep politik tersebut sekarang dikenal dengan Nepotisme. Dan ingat prilaku politik seperti itu tidak ada dalam ajaran Islam.
    · Menciptakan poros kekuasaan dengan meletakkan wilayah Syiria (Damaskus) yang di-pimpin oleh Muawiyah bin Abu Sofyan sebagai representasi pemikiran dan perlakuan politik.
Para ahli sejarah memperkirakan sebab perubahan visi politik Utsman bin Affan dari demokratis menjadi nepotisme disebabkan oleh ketidakmampuan Utsman merangkul seluruh komponen umat Islam, terutama pada umat Islam yang kontra dengan kebijakan Utsman yang sangat lemah dan tidak berwibawa dibandingkan dengan Umar. Lemahnya dukungan dari umat Islam, terutama shahabat yang terpilih, menyebabkan Utsman berpaling kepada anggota keluarganya dan praktek politik nepotis seperti itu melahirkan gejolak politik yang baru, mendorong penguatan opoisi dan penentangan terhadap Utsman.
Lebih lanjut, perlakuan politik tersebut mendorong lahirnya intrik politik dan kecurigaan yang tidak terselesaikan antara umat Islam. Pada perkembangan berikutnya lahirlah rekayasa untuk menghancurkan lawan atau yang disebut dengan konspirasi politik, baik oleh pihak penguasa maupun mereka yang tidak suka dengan keputusan politik penguasa. Puncak dari konspirasi politik tersebut adalah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, yang pada giliran-nya menjadi pemicu pergantian (suksesi) kepemimpian yang tidak mulus dan barangkali tidak di sadari adalah mengendapnya dendam politik para elit politik umat Islam, yang se-waktu-waktu meletus dan menghanguskan integritas umat Islam secara keseluruhan. Sekali lagi peristiwa pembunuhan Utsman menjadi bara politik yang terus merenggut korban politik umat Islam berikutnya, termasuk Ali bin Abi Thalib.

Ali bin Abi Thalib
Siapapun tahu siapa Ali bin Abi Thalib, seorang yang sejak muda telah bergelut dengan perjuangan menegakkan Islam. Ia adalah Saifullah yang tidak pernah absen dalam mengikuti peperangan membela agama Allah, ketika ia menjadi tumbal kebenaran dengan mengganti tempat tidur Rasulullah. Ia adalah menantu tersayang dari Rasulullah, yang hidup dan prilaku mirip Rasulullah, ia adalah ahlul bait yang berusahan membersihkan dari perbuatan dosa. Namun nasib Ali bin Abi Thalib tidak lebih baik dari Utsman bin Affan, ia meninggal dunia karena konspirasi politik yang sangat tidak manusiawi. Akhirnya dalam catatan sejarah keluarga Umaiyah, Ali bin Abi Thalib adalah sebuah kotoran yang harus dibersihkan dari baju dan kemeja kesombongan Bani Umaiyah.
Ali bin Abi Thalib menggantikan kedudukan Utsman bin Affan dalam situasi politik yang sangat tegang, menyusul kematian Utsman bin Affan dalam sebuah tragedi politik yang me-milukan. Tragedi politik tersebut memperkuat kelompok politik dengan kepentingan politik yang berbeda, misalnya :
  1. Kelompok pro Utsman, yang menyatakan bahwa pelaku pembunuhan Utsman adalah ke-lompok Ali bin Abi Tholib. Kelompok ini dipelopori oleh Muawiyah.
  2. Kelompok Ali yang merasa tidak mempunyai kaitan dengan persekongkolan pembunuh-an Utsman bin Affan.
  3. Kelompok pro Aisyah dan Zubair, yang keduanya tidak suka dengan naiknya Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.
Perseteruan politik tersebut melahirkan ketegangan politik, yang berujung dengan pe-perangan, misalnya peperangan “Berunta” (Ali dengan Aisyah). Peperangan Hijaz antara Ali dengan Zuber, dan yang paling menggemparkan adalah peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sofyan (Perang Siffin). Peperangan antara Zubair bin Awwam dengan Ali, dalam perspektif sejarah sangat sulit ditentukan oleh sebab-sebabnya, apakah Zubaer melakukannya karena membela Utsman atau karena kepentingan politik pribadi, ter-masuk di dalamnya dengan Aisyah (mertua Ali). Aisyah sendiri merasa tida puas atas kema-tian Utsman dan ingin menuntut balas pada Ali bin Abi Thalib.
Peperangan terakhir (Ali dengan Muawiyah), hampir-hampir dimenangkan oleh Ali bin Abi Thalib, jika bukan karena kelihaian Amr bin Ash yang mengangkat al Qur’an. Aksi Amru tersebut telah memaksa Ali untuk menyelesaikan konflik di meja perundingan (Majlis Tahkim) yang hasilnya justru membawa Ali pada posisi yang sangat lemah, kalau tidak boleh dikatakan sebagai satu kekalahan Ali dari Muawiyah.
Peristiwa Majlis Tahkim tersebut mampu membawa pada situasi Colling Down (penurunan suhu) politik dikalangan umat Islam, yang kemudian dikenal dengan “Amul Jama’ah”. Namun peristiwa-peristiwa politik yang lain telah membuyarkan Amul Jama’ah menjadi api konflik yang membuat umat memendam dendam yang tida henti-hentinya, ter-utama ketika mereka mengingat peristiwa Majlis Tahkim. Ada tiga kelompok politik pasca Majlis Tahkim, yaitu :
  1. Kelompok Muawiyah bin Abu Sofyan, yang diuntungkan dalam majlis Tahkim dan merasa menjadi penguasa politik yang baru, dengan pusat pemerintahan di Damskus.
  2. Kelompok Ali bin Abi Thalib yang telah diperdaya oleh petualang politik dalam majlis tahkim. Kelompok ini disebut dengan “Syiah”
  3. Kelompok orang yang tidak puas dengan Ali dan Muawiyah, kelompok ini disebut dengan Khawarij. Kelompok ini beranggapan bahwa orang yang terlibat dalam Majlis Tahkim telah keluar dari Islam dan harus dihukum bunuh.
    Maka disusunlah konspirasi politik untuk membunuh mereka, diantara orang yang masuk dalam target operasi (TO) pembunuhan oleh kelompok Khawarij adalah Ali bin Abi Thalib, Muawiya bin Abu Sofyan dan Amru bin Ash. Ketiga orang tersebut menurut mereka adalah tokoh-tokoh Majlis Tahkim, dan yang berhasil mereka bunuh adalah Ali bin Abi Thalib, maka dengan meninggalnya Ali bin Abi Thalib, penguasaan politik umat Islam beralih ke Muawiyah bin Abi Sofyan, yang memindahkan pusat kekuasaannya dari Madinah ke Damaskus Syiria.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar